Oleh: Ummu Syathir
Gegap gempita perayaan HUT RI ke 73 tahun disambut suka cita. Lapisan warga masyarakat, terlebih masyarakat menengah kebawah antusias memeriahkannya. Berbagai perlombaan dilaksanakan. Panjat pinang, tarik tambang, makan kerupuk, balap karung, dan lomba-lomba lainnya.
Dengan semangat 45 para panitia mengumpulkan dana, bahkan ada yang ditentukan nominalnya. Tak sedikit yang tak peduli bagaimanapun kondisi dapur, yang terpenting duit terkumpul.
Memang sudah menjadi keumuman, perayaan HUT RI dikenal dengan perlombaan tujuh belasannya. Momen setahun sekali ini, jadi ajang liburan sejati. Masyarakat tumpah ruah ke lapangan untuk mengikuti perlombaan atau sekedar cuci mata menonton perlombaan.
Ajang hiburan, pengurang rasa penat yang dirasa masyarakat. Penat karna himpitan biaya ekonomi yang makin hari membumbung tinggi, penat menyimak suasana perpolitikan yang penuh dengan kejutan. Rebutan kekuasaan dan jabatan, saling sikut kiri-sikut kanan, semua dilakukan hanya demi meraih tujuan. Dan tentu saja dalam hal ini, masyarakat tetap saja yang menjadi korbannya. Semua itu, terhenti sejenak, berganti gelak tawa dan rasa kebersamaan sementara. Setelah bubar, kembali lagi pada kehidupan yang sebenarnya.
Ketidaktepatan memaknai kemerdekaan yang hakiki, menjadikan masyarakat terbatas hanya pada rasa mensyukuri. Bersyukur karena saat ini, hidup dalam suasana kemerdekaan dan mewujudkannya dengan berbagai perlombaan.
Padahal kemerdakaan yang hakiki, ketika tunduk dan patuh menjalankan semua perintah Ilahi, serta menjauhi segala apa yang dilarang-Nya. Bukan sebaliknya.
Selain salah memaknai, ada juga perlombaan yang sebenarnya menodai nilai-nilai perjuangan para pahlawan. Bayangkan pengorbanan mereka. Tak cuma harta, bahkan sampai nyawa. Tapi saat ini setelah merdeka, terkadang kita lihat perlombaan sepak bola bapak-bapak berkostum wanita. Bukankah ini salah kaprah? na'udzubillah
Parahnya masyarakat merasa nyaman menyaksikan dan menganggap tidak ada permasalahan. Bahkan ini yang di tunggu-tunggu, perlombaan yang paling seru. Terlihat wajah-wajah sumringah tanda mereka suka, baik dari antar peserta dan para penontonnya. Saat diingatkan mereka cuek. Alasannya sekedar main-main, tak usah terlalu serius, santai saja, Tak merasa bersalah, biasa saja.Tak ada pelanggaran hukum kan? ujar mereka. Subhanallah
Padahal, Rasulullah saw. bersabda: Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Bukhari no. 5885).
Dalam lafazh Musnad Imam Ahmad disebutkan,
لَعَنَ اللَّهُ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ
“Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, begitu pula wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Ahmad no. 3151, 5: 243. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari).
Ini jelas suatu pelanggaran, maka wajar bila rahmat Allah SWT. belum juga turun ke negeri tercinta kita. Mau sampai kapan membiarkan hal ini terus berlangsung? Saatnya kita bangkit, bergerak merubah kondisi umat, menyeru mereka untuk kembali taat. Bila ini berhasil, maka kemerdekaan hakiki akan terjadi tak lama lagi. Wallahu'alam