Oleh: Tri S, S.Si
Kemajuan ekonomi dan bisnis dalam sistem ekonomi kapitalis gagal mewujudkan kesejahteraan umat manusia dan menghasilkan ketimpangan serta kemiskinan bagi mayoritas penduduk dunia. Sebaliknya, saat sistem ekonomi Islam diterapkan selama 13 abad lamanya masyarakat dan negaranya dalam kondisi makmur. Pada masa pemeintahan Umar bin Abdul Aziz, misalnya, petugas yg diutus untuk membagikan harta zakat tidak menemukan mustahik lagi.
Posisi keuangan dari kas negara pada masa itu senantiasa dalam keadaan melimpah-ruah. Fenomena itu memang hanya dapat dijumpai di negeri yang “super makmur” ketika syariah Islam ditegakkan secara kaffah dalam institusi penerap Islam Kaffah. Keadaan tersebut terus berlangsung selama 1300 tahun sepanjang zaman keemasan Islam.
Salah satu penyebab ketimpangan ekonomi dalam sistem kapitalis adalah adanya liberalisasi pengelolaan sumberdaya alam. Pengelolaan sumber daya alam diserahkan kepada individu atau swasta. Sebaliknya, peran negara dalam ekonomi minim. Negara hanya sebatas sebagai regulator. Dalam pandangan sistem ekonomi Islam, harta kekayaan yang ada di bumi ini dapat dikategorikan dalam tiga kelompok: Pertama, kepemilikan individu yaitu terkait harta yang memungkinkan dimiliki dan dimanfaatkan oleh pribadi secara langsung. Kedua, kepemilikan umum yaitu, terkait harta yang dimiliki bersama dan bisa dimanfaatkan secara bersama-sama. Ketiga, kepemilikan negara yaitu, harta yang tidak termasuk kategori milik umum maupun milik individu, namun barang-barang tersebut terkait dengan hak kaum Muslim secara umum.
Pengelolaan harta milik umum dan harta milik negara wajib diserahkan kepada negara dan haram diserahkan kepada swasta baik lokal apalagi swasta asing. Pengelolaan oleh negara bisa dilakukan secara langsung atau melalui Badan Usaha Milik Umum (BUMU) atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Jadi negara dalam sistem ekonomi Islam akan terjun langsung sebagai aktor ekonomi, bukan hanya sebagai regulator.
Dalam pandangan Islam, problem ekonomi lebih bertumpu pada distribusi barang dan jasa. Produksi dan pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan individu di dalam masyarakat. Jika individu-individu ada yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya, negara wajib memenuhi kebutuhan pokoknya yaitu sandang, pangan dan papan maupun kebutuhan jasa seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan. Caranya diantaranya dengan optimalisasi pengelolaan sumberdaya alam milik umum dan milik negara maupun melalui kebijakan secara langsung dengan memberikan subsidi dari baitul mal.
Dalam sistem ekonomi Islam, pengembangan bisnis hanya bertumpu pada sektor riil. Haram pemerintah maupun swasta mengembangkan sektor non-riil. Pengembangan ekonomi dan bisnis dalam sistem ekonomi Islam bertumpu pada pengembangan industri pertanian, perdagangan barang dan jasa (baik perdagangan dalam negeri maupun luar negeri), pengembangan industri non-pertanian, ataupun kerjasama bisnis dalam bentuk berbagi syirkah atau kerjasama usaha untuk memfasilitasi para pemilik modal yang tidak memiliki skill bisnis dengan para pengusaha yang membutuhkan modalnya untuk pengembangan usaha.
Akan tetapi, sektor riil yang dikembangkan dalam ekonomi dan bisnis Islam juga tidak dibolehkan pada sektor-sektor yang merusak individu maupun masyarakat seperti industri khamr atau minuman keras, industri pornografi dan pornoaksi dan lain-lain.[Tri S]
(Penulis adalah pemerhati perempuan dan generasi)