Penanggulangan Bencana dalam Khilafah Islam bukan PHP

Oleh : Herawaty*

Pasca terjadinya bencana gempa di NTB yg terjadi belum lama ini, banyak berita yg beredar di masyarakat. Salah satunya adalah bahwa pemerintah menyediakan alokasi dana sebesar 50 juta rupiah untuk setiap kepala keluarga yang rumahnya terkena dampak gempa. Hanya saja hal ini masih menjadi pertanyaan mengenai kebenarannya, mengingat di lapangan, bantuan yang diterima para korban masih sangat terbatas.  Masih ada yang bermukim sementara di tempat yang tidak layak seperti  pemakaman umum, bantaran sungai, dan sebagainya. Keamanan masyarakat juga terancam. Banyak harta yang hilang bukan karena  gempa tetapi karena dijarah oleh pencuri. Belum lagi keluhan warga tentang kekurangan air bersih, MCK, dan sebagainya. Tidak salah jika berita tersebut  terkesan PHP (penebar harapan palsu). Ditambah lagi masyarakat melihat belum adanya penanganan  yang lebih komprehensif oleh pemerintah, misalnya dengan membentuk badan khusus untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Lombok pasca gempa. Padahal di indonesia banyak pakar dan ahli sain dan teknologi  di bidang gempa. Indonesia perlu belajar banyak dari Jepang dalam hal penanganan gempa ini. Apalagi, mengutip BMKG, gempa susulan selama empat minggu ke depan masih mungkin terjadi dalam skala besar maupun kecil tanpa bisa diprediksi. Dengan demikian diperkirakan proses rehabilitasi gempa Lombok masih akan berlangsung lama. Masyarakat masih harus menunggu hak-hak mereka terpenuhi. 

Hal semacam ini akan sangat berbeda ketika syariat Allah diterapkan dalam institusi Khilafah. Bagaimana khilafah menanggulangi bencana? Terdapat dua hal terkait penanggulangan bencana ini.

Pertama, kebijakan preventif.

Dalam hal bangunan, terdapat  regulasi mengenai bangunan-bangunan yang berkesinambungan, melibatkan banyak pihak dan ahli. Jika seseorang hendak membangun sebuah bangunan, baik rumah, toko, dan lain sebagainya, maka ia harus memperhatikan syarat-syarat tersebut. Hanya saja, khilafah tidak menyulitkan rakyat yang hendak membangun sebuah bangunan. Bahkan khilafah akan menyederhanakan birokrasi, dan menggratiskan surat izin pendirian bangunan bagi siapa saja yang hendak membangun bangunan. Namun, jika pendirian bangunan di lahan pribadi atau lahan umum, bisa mengantarkan bahaya (madharat), maka khalifah diberi hak untuk tidak menerbitkan izin pendirian bangunan. Khilafah juga akan membentuk badan khusus yang menangani bencana-bencana alam (BNPB) yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan berat, evakuasi, pengobatan, dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menanggulangi bencana. Selain dilengkapi dengan peralatan canggih, petugas-petugas lapangan juga dilengkapi dengan pengetahuan yang cukup tentang SAR (search dan rescue), serta ketrampilan yang dibutuhkan untuk penanganan korban bencana alam.

Khilafah menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai daerah cagar alam yang harus dilindungi. Khilafah juga menetapkan kawasan hutan lindung, dan buffer zone yang tidak boleh dimanfaatkan kecuali dengan izin. Khilafah menetapkan sanksi berat bagi siapa saja yang merusak lingkungan hidup tanpa pernah pandang bulu.

Khilafah terus menerus menyosialisasikan pentingnya menjaga lingkungan, serta kewajiban memelihara hutan dan resapan dari kerusakan.

Kebijakan Kuratif

Selain kebijakan preventif, sebelum terjadinya bencana, Khilafah juga harus melakukan tindakan kuratif, ketika dan pasca bencana. Antara lain adalah sebagai berikut.

Khalifah sebagai kepala negara tampil di televisi, radio atau sosial media untuk menyampaikan pidato yang isinya mengingatkan rakyat, agar bersabar dan ridha menerima qadha’ Allah SWT. Meminta rakyat untuk bertaubat seraya menyerukan kepada seluruh rakyat untuk menolong dan membantu korban, dan mendoakan mereka.

Menangani korban bencana dengan bertindak cepat, melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Khilafah menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban tidak menderita kkesakitan akibat penyakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai. Selain itu, Khalifah juga melakukan mental recovery, dengan melibatkan alim ulama.

Negara sendiri akan menyediakan alokasi anggaran untuk menghadapi bencana, bisa dari zakat, kekayaan milik umum, maupun yang lain. Dengan begitu, negara bisa bertindak cepat, tanpa harus menunggu uluran tangan masyarakat.

Inilah kebijakan Khilafah untuk mengatasi bencana tanah longsor. Kebijakan tersebut tidak saja didasarkan pada pertimbangan rasional, tetapi juga oleh nash syariah. Dengan kebijakan seperti ini, insya Allah, masalah tanah longsor ini bisa ditangani dengan cepat, tuntas dan memuaskan masyarakat.

*Penulis adalah tenaga medis, tinggal di Tulungagung


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak