Oleh : Siti Subaidah
( Pemerhati Lingkungan dan Generasi)
Geger diberitakan kasus aborsi yang dilakukan WA, remaja berusia 15 tahun asal Jambi yang menggugurkan kandungannya yang berusia 6 bulan. Hal ini ia lakukan lantaran bayi yang dikandung merupakan hasil pemerkosaan yang dilakukan oleh kakak kandungnya sendiri. Aborsi tersebut dilakukan oleh WA dibantu dengan ibu kandungnya lantaran malu dengan keadaannya. Akibatnya baik WA dan ibu kandungnya dijerat dengan pasal aborsi dan kakak kandungnya dijerat dengan pasal pemerkosaan. Hal ini mendapatkan sorotan tajam dari berbagai elemen masyarakat karena menganggap WA adalah korban yang harusnya tidak perlu mendapatkan sanksi pidana, ditambah lagi dengan adanya Peraturan Perundangan yang membolehkan adanya aborsi akibat pemerkosaan yang tertuang dalam pasal 75 ayat (1) UU No 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, yang menyatakan “setiap orang dilarang melakukan aborsi kecuali ada indikasi darurat medis dan kehamilan akibat pemerkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban pemerkosaan”.
Kasus ini merupakan salah satu dari sekian banyak kasus aborsi yang terjadi di Indonesia. Adanya KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan) yang semakin tahun semakin naik angkanya harusnya menjadi perhatian besar bagi kita masyarakat dan bagi pemerintah. Pasalnya adanya indikator kenaikan kasus aborsi menandakan upaya pencegahan dan penanggulangan kasus ini tidak menyentuh akar permasalahan. Jelas kita harus mendudukan permasalahan KTD akibat pemerkosaan/incest yang berujung aborsi adalah akibat dari sistem pergaulan yang liberalistik (bebas) dan permisif (serba boleh) serta lemahnya sistem hukum bagi pelaku maksiat atau kejahatan. Inilah akar permasalahan yang selama ini tidak tersentuh dan harusnya menjadi satu acuan bagi kita dalam mengambil solusi atas permasalahan ini. Bukan dengan mengambil solusi praktis yakni melegalkan aborsi. Ibarat atap bocor yang tidak ditambal kebocorannya malah sibuk dengan mencari wadah untuk menampung air.
Selain itu kesalahan sudut pandang bahwa pelaku aborsi adalah korban juga merupakan sesuatu yang fatal karena dapat menimbulkan penyesatan opini dalam melegalisasi freesex. Dengan dalih diperkosa, mereka mendapatkan pembenaran dan payung hukum atas tindakan aborsi padahal bisa jadi anak yang dikandung merupakan hasil dari hubungan bebas ala kapitalis. Alhasil hukum atas kasus aborsi pun rentan untuk di manipulasi dan dipermainkan oleh oknum tertentu dan tentunya tidak akan pernah menyelesaikan kasus aborsi secara utuh.
Islam memberikan solusi tuntas terhadap maraknya kasus pemerkosaan yang berujung KTD dan aborsi yakni dengan penanggulangan di 3 pilar pokok yakni individu, masyarakat dan negara.
Disektor individu, ketaqwaan menjadi modal penting untuk menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang mengacu pada perzinahan dan aborsi.
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk,” (al-Israa’: 32).
“Tiga jenis orang yang Allah tidak mengajak berbicara pada hari kiamat, tidak mensucikan mereka, tidak melihat kepada mereka, dan bagi mereka adzab yang pedih: Orang yang berzina, penguasa yang pendusta, dan orang miskin yang sombong,” (HR Muslim [107]).
“Dan barang siapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja maka balasannya ialah Jahanam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan melaknatinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An Nisa: 93)
Dalil-dalil tersebut merupakan pegangan bagi setiap muslim untuk menjauhi perbuatan zina dan aborsi. Sebagai muslim maka wajib untuk mentaati setiap larangan dan perintah Allah karena itu merupakan konsekuensi keimanan. Hal itu akan terealisasi ketika ketaqwaan individu terwujud dalam diri seseorang.
Dalam sektor masyarakat, maka masyarakat berperan sebagai pengontrol lingkungan yang bertugas mengawasi dan memantau perilaku-perilaku menyimpang yang menjadi penyakit masyakat, salah satunya perzinahan. Ketika masyarakat memiliki satu pandangan yang sama bahwa ini adalah penyakit masyarakat yang wajib diberantas maka mudah bagi masyarakat untuk bergerak bersama. Alhasil, adanya kontrol masyarakat diharapkan mampu meminimalisir adanya praktek-praktek perzinahan yang menyebabkan KTD dan berujung pada aborsi.
Sedangkan di sektor negara, negara wajib memberikan pendidikan moral serta kesehatan akan bahayanya praktek perzinahan dan aborsi. Selain itu negara adalah institusi yang paling memiliki peran dan wewenang untuk memberangus media-media atau konten-konten yang dapat memicu bangkitnya syahwat. Negara punya kekuasaan untuk memfilter bahkan menutup pintu masuknya media baik itu tayangan maupun tulisan yang menjurus pada pornografi. Selain itu adanya sanksi tegas kepada para pelaku zina juga merupakan langkah yang tak kalah penting untuk dilakukan. Islam memberikan sanksi tegas yakni hukuman rajam bagi yang sudah menikah dan hukuman cambuk bagi yang belum pernah menikah. Sanksi ini akan memberikan efek jera kepada siapa saja yang berniat melakukan perbuatan tersebut sehingga tidak akan ada lagi kasus pemerkosaan dan perzinahan. Sanksi tegaspun juga akan diberlakukan bagi pelaku aborsi sesuai dengan ketentuan dan keputusan yang diambil oleh khalifah.
Ketiga pilar pokok inilah yang akan melindungi bahkan menjauhkan seseorang dari perbuatan asusila ( pergaulan bebas, aborsi dan KTD). Islam benar-benar akan menjaga seseorang baik itu akal dan perbuatan agar selalu tetap berjalan diatas jalan yang lurus yang menghantarkan pada keridhoan Allah. Maka tidak ada jalan lain kecuali perpegang teguh pada aturan Allah yang tidak hanya menentramkan tapi juga memberikan solusi hakiki guna perbaikan umat kini dan di masa yang akan datang. Wallahu a'lam bishawab