Oleh: Nurul Sakinah Bayti, S. Hut.
(Wirausaha tinggal di Cepu)
Gubernur NTB, TGB M Zainul Majdi memutuskan untuk memperpanjang 14 hari masa tanggap darurat, yaitu terhitung Minggu (12/8/2018) hingga Sabtu (25/8/2018).
Memasuki hari keenam pascagempa magnitudo 7,0 mengguncang wilayah Lombok dan Bali, hingga saat ini penanganan darurat masih terus dilakukan.
Hingga saat ini, jumlah korban gempa bumi terus bertambah. BNPB mencatat, sebanyak 387 orang meninggal dunia.
Rinciannya, Kabupaten Lombok Utara 334 orang, Lombok Barat 30 orang, Lombok Timur 10, Kota Mataram 9, Lombok Tengah 2, dan Kota Denpasar 2 orang.(www.kompas.com)
Sapaan Lembut
Indonesia berada di wilayah yang berpotensi gempa. Menurut para ahli geologi, wilayah Indonesia memang sangat berpotensi terjadi gempa bumi karena posisinya yang berada di pertemuan tiga lempeng utama dunia, yaitu Eurasia, Indoaustralia dan Pasifik.
Wilayah Indonesia juga sangat kaya dengan sebaran patahan aktif atau sesar aktif. Ada lebih dari 200 patahan yang sudah terpetakan dengan baik dan masih banyak yang belum terpetakan sehingga wajar jika wilayah Indonesia dalam sehari lebih dari 10 gempa yang terjadi.
Sejumlah patahan aktif tersebut adalah patahan besar Sumatra yang membelah Aceh sampai Lampung, sesar aktif di Jawa, Lembang, Jogjakarta, di utara Bali, Lombok, NTB, NTT, Sumbawa, di Sulawesi, Sorong, dan di Kalimantan.
Terlepas karena faktor alam, bijak kiranya peduduk negeri ini patut merenungkan setiap sapaan lembut dari Dzat Yang Menciptakan Hidup. Apakah pemimpin negeri ini termasuk juga rakyatnya. Karena hampir beruntun setiap bencana terjadi di negeri ini.
Masih segar dalam ingatan kita, bencana tsunami besar yang meluluhlantakkan propinsi yang terkenal dengan Serambi Mekah, Nangro Aceh Darussalam. Gempa yang melanda daerah Bantul DIY dan sekitarnya. Musim kekeringan yang terjadi di beberapa daerah. Kebakaran yang juga melanda beberapa titik di ibu kota. Serta bencana lain yang kerap menyapa negeri tercinta.
Akankah kita hanya mengatakan ini bagian dari kejadian alam saja ? Meratapi dan menyesali karena kita hidup dalam wilayah yang memang berpotensi untuk terjadi bencana. Bagaimana kita bersikap bijak atas semua peristiwa ini?
Mengambil Pelajaran Hidup
Peristiwa alam yang sering mengguncang negeri ini, bukan hanya dalam hitungan tahun. Namun lebih sering dalam hitungan hari. Kemaksiatan secara terang-terangan terus terjadi. Miras yang nyata haramnya, diijinkan demi pendapatan daerah. Riba yang besar dosanya, dilegalkan dengan dalih ekonomi rakyat. Bahkan negeri ini pun besar dan bisa bertahan dengan ekonomi riba, sementara aset dan sumber daya alamnya dijual kepada pihak asing.
Banyak pelajaran hidup yang bisa diambil atas setiap kejadian. Berhenti meratapi musibah dan bencana yang datang. Berhenti menyalahkan Alloh SWT yang telah menimpakan musibah ini.
Mengembalikan dan mencari kesalahan diri adalah sikap terbaik sebagai seorang hamba yang taat. Memperbaiki seraya meningkatkan ketundukan kepada Dzat Yang Maha Mengatur. Inilah hikmah terbaik yang bisa diambil atas setiap musibah.
Alloh SWT berfirman : Artinya :”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).” (T.Q.S. Ar Ruum : 41)