Menyikapi Pro Kontra Vaksin di Indonesia

Oleh : Ratna Munjiah 

( Pemerhati Sosial Masyarakat)

Ada hal yang menarik yang perlu kita cermati bersama, saat pemerintah mengeluarkan kebijakan pelaksanaan kampanye imunisasi MR Fase 2, dimana dengan adanya kebijakan tersebut, banyak menimbulkan berbagai respon dari masyarakat, ada yang beranggapan bahwa kebijakan tersebut baik, namun tak sedikit juga yang menolak dengan kebijakan vaksin tersebut, adapun penolakan yang terjadi sebenarnya bukan tanpa dasar.

Dari beberapa anak yang mendapatkan vaksin, banyak yang mengalami beberapa permasalahan, akhirnya dengan berbagai permasalahan tersebut tidak mengherankan jika memunculkan banyak pendapat, ada yang Pro dan ada yang Kontra, yang menjadi faktor utamanya tak lain karena adanya fakta ketidakjelasan vaksin ditengah umat dari segi kehalalan dan keamanan vaksin tersebut, dimana kita ketahui bersama bahwa masyarakat Indonesia sendiri mayoritas beragama Islam, dimana seorang muslim, untuk mengambil atau mengkonsumsi sesuatu tentu asas pertamanya yaitu halal dan haram.

Seperti apa yang diberitakan di PROKAL.CO,SUARA  penolakan vaksin Measles Rubella di Kota Minyak tak terelakan. Ada dua alasan mendasari orangtua enggan mengikuti imunisasi MR. Pertama, soal status kehalalan. Kedua, ketakutan akibat dampak vaksin.

Alasan tersebut membuat orangtua harus mengisi surat formulir skrining imunisasi MR. Lalu mengatakan tidak ingin menerima imunisasi serta membubuhkan tanda tangan.Dalam selembar kertas itu juga tertulis tentang riwayat kesehatan anak. 

Seperti yang dilakukan Jumiati, warga RT 17, Kelurahan Gunung Sari Ulu, ia tidak mengizinkan kedua cucunya mendapatkan imunisasi MR. Jumiati menuturkan penolakan tersebut karena takut efek samping imunisasi MR. Dia bercerita, ada tetangganya yang mengalami kelumpuhan akibat imunisasi. Namun dia menegaskan kasus tersebut bukan karena imunisasi MR, lebih karena takut kalau ada kenapa-kenapa, siapa yang mau bertanggung jawab nanti ? ada juga yang sakit sehabis imunisasi, saya jadi takut. Ucapnya.

Belum lagi jika mendengar apa yang diungkapkan oleh menteri kesehatan. Jakarta, KOMPAS.com- Menteri Kesehatan Nila F Moeloek mengaku tidak mengetahui kandungan vaksin measles dan rubella (MR) yang diimpor dari Serum Institute of India (SII). Menurut dia, Pabrik merahasiakan kandungan yang ada di vaksin tersebut. Hal terebut disampaikan Nila saat ditanya apa saja yang ada dalam kandungan vaksin MR, mengingat di masyarakat muncul perdebatan mengenai kehalalannya.

Dalam masalah keamanan vaksin sendiri, di Amerika dan Barat secara umum juga banyak kontroversi, khususnya masalah logam berbahaya dikandungan vaksin, dalam banyak kasus, di klaim bahwa logam merkuri yang terdapat pada thimerosal yang ada pada beberapa vaksin mengakibatkan cacat syaraf dan autisme. Juga penggunaan aluminium hidroksida yang berbahaya bagi manusia, dan kasus-kasus sudden death pasca vaksin juga dipermasalahkan.

Dalam masalah kehalalan tidak dipungkiri, bahwa tripsin yang dipakai sebagai katalisator beberapa vaksin saat ini belum ada kecuali dari babi, yang paling menarik, teori konspirasi yang saat ini berkembang juga menunjukan siapa yang ada dibalik gerakan vaksinasi, juga program de-populasi yang marak, pembunuhan ras manusia dengan makanan, obat-obatan, perang, dan lainnya.

Juga masalah uang, seperti virus flu burung H5N1 dan vaksinnya yang diduga kuat adalah program “cari uang” kapitalis penguasa pabrik abat-obatan, semua ini menguatkan pendapat bahwa vaksinasi sesuatu yang mengerikan, haram, dan termaksud program yang dibuat untuk menekan kebangkitan Muslim.

Lalu pertanyaannya bagaimana dalam Islam, apakah ada pengaturan mengenai vaksin itu sendiri, sebagai seorang muslim saya menyakini bahwa Islam adalah agama yang sempurna lengkap dengan aturannya, dan jika kita kembalikan setiap permasalahan kepada Islam, tentu Islam mampu menjawab dan menyelesaikannya, tak luput masalah vaksin yang saat ini menjadi banyak perdebatan.

Dalam Islam vaksin termasuk dalam tindakan pengobatan yang preventif (wiqayah), karena itu dia dikenai hukum berobat. Bagaimana dengan bahan yang haram, ada beberapa pendapat ulama tentang vaksin.

“Ibnu Qayyim mengharamkan, ulama Hanafiyah membolehkan, Yusuf Qardhawi membolehkan bila darurat, dan Taqiyuddin An-Nabhani memakruhkan”. Sedangkan vaksinasi dengan bahan yang halal, menurut ulama-ulama lain adalah mubah sampai sunnah, tergantung tingkat bahaya penyakit yang dicegah. Jadi, berobat dengan bahan yang haram/najis, termaksud vaksinasi pada saat ini, hukum yang paling kuat adalah makruh.

Masalah keamanan vaksin sendiri, maka Islam menunjuk ahli untuk memberikan fakta tentang keamanan vaksin dan kasus-kasus yang berhubungan. Sampai saat ini memang banyak kasus sudden death, autism, dan cacat syaraf lain yang dikaitkan dengan vaksinasi dan bahan berbahaya, namun ada pula yang sudah divaksin dan tidak mendapatkan masalah semisal itu, sehingga ini pun tak bisa dijadikan dalil mengharamkannya.

Jikapun benar bahwa vaksin timbulkan side effect negatif, maka berlaku pula kaidah akhaffu adh-dhararain (memilih diantara 2 mudharat), maka dengan itu sudah menjadi kewajiban kita sebagai seorang muslim, jika ingin menetapkan sesuatu maka sandaran yang harus dipakai yakni hukum syara’.

Allah SWT menciptakan manusia lengkap, dan ada mekanisme alami untuk mempertahankan kesehatan manusia itu sendiri. Jadi kembali kepada orangtua sendiri yang kemudian memilih apakah anaknya divaksinasi atau tidak, berdasarkan keyakinan dan pengetahuannya. Bila dikhawatirkan atas kondisi-kondisi yang fatal akibat tidak divaksinasi maka silahkan divaksinasi karena itu pilihan yang boleh.

Namun apabila yakin bahwa cukup hidup sehat dan pengobatan ala Nabi, itupun boleh saja, karena hukum berobat adalah boleh (mubah).

Semoga kedepannya pemerintah kita bisa memberikan kebijakan yang jelas, yang tidak membuat masyarakat resah atau bingung dalam memutuskan sesuatu pekara, dan memastikan kehalalan vaksin tersebut, sehingga Pro dan Kontra  vaksin tersebut tidak terjadi lagi. Wallahu a’lam.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak