Oleh : Mardhiyatuzakiyah
(Mahasiswi Universitas Singaperbangsa Karawang)
Belum usai tuduhan demi tuduhan terhadap ajaran Islam dan lagi-lagi hal itu kini diperdebatkan. Padahal apa yang kita yakini dan imani dalam ajaran Islam tak lain pasti memiliki tujuan yang mulia. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, K.H Said Aqil Sirodj mengatakan kurikulum pelajaran agama di sekolah cenderung mengajarkan sesuatu yang radikal, contohnya perang uhud, perang badar, dan lainnya. Ia pun mengusulkan bab tentang sejarah yang dominan hanya menceritakan perang dikurangi porsinya. Oleh karena itu, perlu adanya pengkajian ulang kurikulum agama di Indonesia. (Posmetroinfo-2018/07)
Disamping itu, Ketum PBNU ini berharap semua masyarakat Indonesia dapat memahami dan mengamalkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan baik karena jika itu semua mereka lakukan pasti akan tercipta akhlakul karimah yang akan menghasilkan toleransi beragama antar masyarakat. “Toleransi ini muncul karena akhlakul karimah. Ruang toleransi itu berakhlak, kalau tidak berakhlak tidak mungkin akan toleransi” ujarnya beberapa waktu lalu dalam acara konferensi wilayah PW NU Jatim di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri Jawa Timur.
Adanya upaya pengkajian ulang kurikulum agama ini menuai keresahan. Pasalnya, agama Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Tak satupun pembahasan luput dalam agama ini. Mulai dari permasalahan aqidah, syariah, muamalah hingga uqubat dan daulat. Bab sejarah tentang peperangan dalam Islam adalah bentuk syi’ar untuk mengajarkan kepada ummat bagaimana Rasulullah dan para sahabatnya memperjuangkan dan mempertahankan Islam. Peperangan dalam Islam tidak hanya soal pedang dan perang namun lebih dari itu, Islam memiliki aturan yang apik tentang ini. Sebagaimana Allah telah memperingatkan dalam firman-Nya:
“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”(Q.S. Al-Baqarah:190)
Dalam tafsir Al-Qurthubi, sahabat Ibnu abbas RA, Ummar bin Abdul Aziz dan Mujahid menafsirkan ayat di atas sebagai berikut :
“Perangilah orang yang dalam keadaan sedang memerangimu, dan jangan melampaui batas sehingga terbunuhnya perempuan, anak-anak, tokoh agama dan semisalnya.”
Islam rahmatan Lil’alamin melarang membunuh perempuan, anak-anak, tokoh agama, para ‘asif atau pelayan sewaan seperti paramedis yang mengerjakan tugas-tugas perawatan selama peperangan berlangsung dan personel keagamaan militer, para orang tua (manula), para agamawan dan rohaniawan, dan para tawanan perang. Selama peperangan berlangsung, Islam juga melarang merusak pepohonan yang masih menghasilkan buah, menghancurkan rumah, membantai kambing dan unta, mencuri barang rampasan perang, dan bersikap pengecut. Berdasarkan penjelasan di atas, sangat tidak pantas jika peperangan dalam Islam dianggap sebagai suatu radikal yang berkonotasi negatif. Adapun sebelumnya masyarakat harus paham betul makna dibalik kata radikal. Menurut KBBI, radikal memiliki arti secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip). Kemudian jika kita kaitkan pada masalah ini, kita perlu mengajarkan Islam secara radikal agar terbentuk pemahaman yang mendasar sampai kepada hal yang pokok.
Jika benar Ketum PBNU ini mengharapkan agar masyarakat Indonesia memahami dan mengamalkan Al-Qur’an dengan baik, mengapa mengajarkan salah satu bab sejarah dalam Islam (tentang peperangan) dianggap sebagai hal yang radikal dan perlu dikurangi porsinya?. Padahal Allah SWT memerintahkan kita untuk masuk ke dalam agama-Nya secara keseluruhan :
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian”(Q.S. Al-Baqarah:208)
Jelas dalam ayat ini, Allah subhanahu wa ta’ala melarang ummat-Nya untuk memilah-milah sebagian hukum Islam atau ilmu Islam mana yang hendak diamalkan, tapi kita harus mengamalkan seutuhnya tanpa pemilihan sebelumnya. Termasuk mempelajari sejarah tentang peperangan pada masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya yang berjuang dengan sungguh-sungguh untuk membela dan mempertahankan agama Islam.
Banyak tuduhan datang silih berganti terhadap Islam dan ajaran-ajarannya merupakan bukti rendahnya pemahaman masyarakat tentang Islam. Mereka hanya memandang Islam dari sudut pandang praktis tanpa mau mengamalkan Islam ideologis. Alhasil, makin maraknya sekularisasi pendidikan yang memisahkan pendidikan agama dengan kehidupan. Padahal dalam Islam, dua hal ini bak awan dan langit yang saling melengkapi dan beriringan. Sudah seharusnya apa yang kita lakukan di dunia ini sejalan dengan urusan akhirat yang bersumber pada keridhoan Allah.
Berkenaan dengan pembelajaran bab sejarah tentang peperangan, perlu adanya penjelasan secara khusus dan menyeluruh dari tim pengajar. Dalam Islam, pengajar bukan hanya mengajarkan ilmu dan pengetahuan tapi juga mendidik siswa agar memiliki karakter yang islami. Salah satu perantaranya melalui kisah-kisah heroik para pejuang Islam. Diharapkan pengajar mampu membentuk karakter siswa yang tangguh, jujur, dan berani dalam menegakkan kebenaran dan keadilan di masa yang akan datang.