Oleh: Kunthi Mandasari
(Member Akademi Menulis Kreatif Regional Jawa Timur)
Pesta demokrasi segera digelar, ajang pencarian pemimpin untuk 5 tahun kedepan. Dengan ditutupnya pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden pada 10 Agustus 2018. Dengan keluarnya nama Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno sebagai paslon. Maka bisa dipastikan duel ronde kedua ini bakalan tambah menegangkan.
Jika pada duel pilpres tahun 2014 Jokowi-JK keluar sebagai pemenang. Kali ini kubu Prabowo mengganti strategi dengan menggandeng Sandiaga Uno yang masih muda, yang mampu menarik minat kaum milenial. Lain lagi dengan pihak kubu Jokowi yang menggaet ketua MUI Ma'ruf Amin, yang notabene seorang ulama.
Banyak yang berspekulasi bahwa Ma'ruf Amin dipilih untuk menyaingi kubu lawan yang sebelumnya berhembus kabar akan menggandeng sosok UAS. Namun kabar tersebut ditepis, bahwa Ma'ruf Amin dipilih untuk menghargai ulama. Dengan dipilihnya Ma'ruf Amin sebagai cawapres bisa dipastikan untuk menarik suara kaum muslim.
Sebagaimana disampaikan Akhmad Muftizar Zawawi, Pengamat Politik, pada hari Jumat, 10 Agustus 2018, "Ma'ruf bisa mendongkrak elektabilitas Jokowi, karena beliau punya rekam jejak yang inklusif sebagai Ketua MUI yang membawahi ulama-ulama lintas aliran," (rmolsumsel.com).
Tidak bisa dipungkiri bahwa umat muslim memegang jumlah suara yang besar, mengingat penduduk Indonesia yang mayoritas orang Islam . Tidak heran, jika setiap menjelang pilpres maka akan ada banyak agenda kunjungan ke berbagai pesantren maupun para ulama.
Padahal jika pemenang pilpres telah diumumkan maka kedudukan kaum muslim sangatlah tidak berarti. Tidak heran jika justru keberadaan kaum muslim malah terpinggirkan dengan berbagai kebijakan yang yang menyudutkan.
Tentu kita tidak lupa, bagaimana UU Ormas menjadi alat pemerintah untuk membubarkan ormas Islam secara represif. Kemudian kriminalisasi ulama yang bersuara lantang menyuarakan kebenaran. Pembungkaman para aktivis Islam dan sejumlah kriminalisasi simbol Islam yang dianggap membahayakan negara, tanpa dibarengi bukti yang nyata.
Tidakkah kita merasa lelah, dibujuk rayu untuk menjadi pendukung? Pendulang suara untuk meraub kekuasaan.
Asas sistem sekuler yang hanya mengambil manfaat. Haruskah terus dilanggengkan? Jika sejumlah bukti nyata telah tersaji nyata, kerusakan di mana-mana, di segala aspek kehidupan.
Tidak ada jalan lain lagi kecuali kembali kepada syariat-Nya, yang telah terbukti nyata memberi maslahat kepada umat. Syarat untuk menjadi khalifahpun sangat mudah antara lain laki-laki, muslim, merdeka, baligh, berakal, adil dan memiliki kemampuan.
Kemampuan di sini ditekankan pada kemampuannya dalam mengurusi umat, secara otomotis orang yang dipilih harus paham hukum syari'at dan mampu melakukan penggalian hukum (istinbat), yang hanya dimiliki oleh seorang mujtahid.