Menakar Koalisi Islam dalam Sistem Demokrasi

BY: SITI SULISTIYANI SPd


Presiden Joko Widodo telah mengungkap nama calon wakil presiden yang akan mendampinginya sebagai calon wakil presiden dalam Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019.Adapun cawapres yang ditunjuk Jokowi adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Maruf Amin.Hal ini diungkap Jokowi dalam konferensi pers usai bertemu ketua umum dan sekretaris jenderal partai politik pendukungnya di Restoran Plataran, Menteng, Jakarta, Kamis (9/8/2018).

Cukup mengagetkan. Sekalipun nama MA sempat diperbincangkan dalam bursa wapres namun sebelumnya nama beliau tidak begitu menonjol.Keputusan joko widodo ini bukan hal yang aneh.Setiap calon menginginkan untuk memenangkan pilpres 2019 mendatang.Suasana politik akhir akhir ini yang lebih menonjol dengan politik identitas di tengarai telah menjadi bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan dan keputusan keputusan penting.Partai partai pengusung jokowi yang lebih dominan dengan identitas kebangsaan melawan koalisi partai yang kental dengan politik identitas sekalipun bukan dalam makna hakiki.

Mengapa makruf amin? Kiai Haji Ma'ruf Amin lahir di Tangerang, 11 Maret 1943 adalah seorang ulama yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia dan juga Rais 'Aam PBNU. Beliau pernah menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden sejak 10 April 2007 dan dilantik kembali untuk periode kedua pada 25 Januari 2010.Pendidikan Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang Jawa Timur Universitas Ibnu Chaldun Jakarta.Karier Ra'is 'Aam PBNU (2015-2020) Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (2015-2020),Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hubungan Antar Agama (2010 – 2014),Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Kehidupan Beragama (2007-2009),Anggota Koordinator Da’wah (KODI) DKI Jakarta

Anggota BAZIS DKI Jakarta,Ketua Fraksi Golongan Islam DPRD DKI Jakarta,Ketua Fraksi PPP DPRD DKI Jakarta,Pimpinan Komisi A DPRD DKI Jakarta,Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (pertama),Anggota MPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)

Ketua Komisi VI DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB),Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat,Rois Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU),Penasihat Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM-PBNU),Dosen STAI Shalahuddin Al-Ayyubi Jakarta.

Melihat pada rekam jejak beliau yang dikenal sebagai seorang ulama, dekat dengan kalangan pesantren utamanya di kalangan NU dirasa cukup kuat untuk mengimbangi lawan politik yang beberapa waktu belakangan rajin untuk mendekati kalangan ulama dan Islam.Pilihan kepada MA ini akan mengakomodir suara yang cukup besar tentunya dari kalangan Islam.Menguatnya opini Islam yang mengubah pola kecenderungan politik umat menjadi pertimbangan serius dalam rangka untuk meraup suara dari kalangan Islam.Sementara dari yang lain dengan jokowi maka akan cukup untuk mewakili.

Terpilihnya ulama sebagai cawapres ini disatu sisi menunjukkan bagaimana suara ummat Islam senantiasa menjadi pertimbangan dalam penetapannya.Umat islam sebagai umat terbesar di Indonesia bahkan di dunia senantiasa menjadi focus.Diakui atau tidak suara umat Islam  telah berkontribusi dalam kemenangan kemenangan kekuasaan saat ini.Dalam Negara demokrasi suara benar benar telah menjadi alat untuk kekuasaan.Meski demikian ternyata banyak kepentingan umat Islam justru terpinggirkan dalam kekuasaan yang telah tegak atas dasar pilihannya.

Dengan terpilihnya ulama sebagai wapres ummat berharap kepentingan kepentingan Islam bisa di akomodir.ulama sebagai warosatul anbiya diharapkan betul betul memerankan fungsinya sebagai ulama dimanapun ia berada bukan mengabdi pada kekuasaan.

 Ulama adalah orang yang paling 'Alim (berilmu), sehingga dengan ilmunya dia menjadi cahaya penerang bagi kegelapan, menjadi penyejuk hati yang tandus dan juga menjadi maroji (rujukan) di tengah - tengah masyarakat.


Begitu mulianya kedudukan ulama sehingga Islam memberikan penghargaan tinggi bagi para ulama. Ulama di sebutkan sebagai pewaris para nabi, sebagaimana sabda Rosululloh saw:


 "Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh para nabi hanya mewariskan ilmu, maka barangsiapa mengambil warisan tersebut, sungguh ia telah mengambil warisan yang banyak." (HR. Imam Ahmad, Tirmidzi, Ad Darimi dan Abu Dawud).


Para pewaris nabi ini di sebut ulama sebagai ahlul ilmi atau ahlul hadits yaitu orang - orang yang mempunyai pengetahuan yang banyak tentang agama Islam. Mereka adalah orang yang menghabiskan umurnya untuk mempelajari Islam dan mengamalkannya.


Mereka adalah orang - orang yang berada diatas jalan kebenaran, yang mengamalkan Islam berdasarkan ilmu dan ajaran - ajaran nabi Muhammad saw serta kepadanyalah seharusnya kita mengambil Ilmu.Harapan ummat kepada para ulama sangat besar agar umat Islam tak hanya di jadikan alat untuk pemenangan saja namun sangat berharap akan memberikan kontribusi positif pada kepentingan Islam.

Namun saat kita lihat pada system demokrasi di negri Ini akankah kepentingan Islam akan teraktualisasikan dalam kehidupan nyata?Menengok sejarah kehidupan umat di Indonesia dan perubahan kepemimpinan di Indonesia.Tak ada wapres ataun presiden yang tidak muslim.bahkan di Indonesia juga pernah dipimpin oleh seorang kyai.Tapi sampai saat ini Islam masih terpinggirkan dalam urusan privat saja.Sementara dalam urusan public  tak nampak Islam dijadikan sebagai pijakan dalam mekanisme pengurusan umat.

Mereka yang memilih jalan demokrasi sebagai jalan untuk menuju perubahan meyakini bahwa jika menang dalam proses demokrasi, yakni seperti Pemilu legislatif atau Pilpres, mereka akan bisa melakukan perubahan secara mudah, termasuk untuk menerapkan syariah Islam. Alasannya, karena mereka menang dengan suara terbanyak sehingga pemerintahan mereka didukung oleh rakyat secara mayoritas.


Ini jelas konsep berpikir yang keliru. Pasalnya, masyarakat yang memilih mereka bukan karena kesadaran politik mereka terhadap syariah Islam. Keinginan parpol Islam untuk mengubah sistem sekular itu menjadi sistem Islam akan mendapat tantangan dari rakyat sendiri yang belum sadar. Bisa-bisa mereka menganggap wakil rakyat itu telah berkhianat kepada mereka sebab telah menyalahgunakan suara yang mereka berikan untuk perkara lain.


Sebagian orang juga beranggapan, bahwa jika sistem perundang-undangan diubah—misalnya mengikuti prinsip the winner takes all, yaitu pemenang Pemilu, selain berhak membentuk pemerintahan, juga berhak mengubah undang-undang dasar dan peraturan perundang-undangan—maka perjuangan untuk menerapkan syariah Islam bisa ditempuh melalui parlemen. Ini tampaknya logis. Namun faktanya, pemerintahan sekular yang didukung oleh negara-negara Barat tidak akan pernah mentoleransi keberhasilan sebuah partai Islam dalam Pemilu yang bisa merugikan kepentingan mereka. Apa yang terjadi pada FIS di Aljazair di awal tahun 1992, Hamas di Palestina, termasuk yang baru terjadi di Mesir sampai hari ini, membuktikan hal itu.

Dengan menggunakan jalan demokrasi, mereka pun berhasrat mengubah sistem secara bertahap (tadaruj). Bagaimana mungkin bisa melakukan perubahan secara bertahap sedangkan demokrasi tidak memberikan jalan untuk itu? Demokrasi memang memberikan tempat bagi kelompok yang menyuarakan syariah Islam, namun tidak memberikan tempat agar syariah Islam tersebut dapat diterapkan. Hal ini karena demokrasi telah menetapkan dengan tegas bahwa agama tidak boleh terlibat dalam mengatur masalah publik.Jadi apa harapan anda dalam koalisi  yang mengatasnamakan Islam dan kepentingan Islam dalam system demokrasi? Waallahu a’lam.




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak