Legalisasi Aborsi : Solusi atau Sensasi?

Oleh Firda Umayah, S.Pd 

(Penulis Buku Antologi Catatan Hati Muslimah Perindu Syurga)


Maraknya kasus pergaulan bebas membuat kondisi negeri ini semakin miris. Bagaimana tidak. Berbagai kasus akibat pergaulan bebas yang muncul semakin menyayat hati. Masyarakat Palangkaraya pada 9 Agustus 2018 lalu dihebohkan dengan ditemukannya bayi laki-laki berumur kurang dari 24 jam disemak-semak belakang rumah yang dibuang oleh ibunya sendiri yakni HEL remaja berusia 15 tahun. Bayi tersebut merupakan hasil perbuatan zinanya dengan seorang siswa SMK berusia 16 tahun (banjarmaainpost.co.id)


Lain lagi dengan kisah WA remaja Jambi korban pemerkosaan. Remaja berusia 15 tahun tersebut harus mendekam dipenjara lantaran melakukan aborsi akibat diperkosa oleh kakak kandungnya sendiri. Pengadilan Negeri Muara Bulian menghukumnya enam bulan penjara pada 19 Juli 2018 karena aborsi (republika.co.id).


Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Iqbal menjelaskan bahwa aborsi merupakan tindakan menghilangkan nyawa sehingga harus diproses hukum. Namun, Iqbal pun membantah adanya UU yang mengatur legalnya aborsi untuk korban pemerkosaan. Ia menjelaskan aborsi hanya dapat dibenarkan dalam kondisi darurat. 


"Apabila tidak diaborsi kemudian menghilangkan nyawa ibunya maka atas dasar kesehatan, itu diperbolehkan," jelasnya. (republika.co.id)


Berdasarkan kasus diatas, terlihat bahwa aborsi boleh dilakukan atas dasar kesehatan. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip dalam agama terutama agama Islam. Sebab, selain berdosa legalisasi aborsi justru tak menyentuh akar pesoalan melainkan memperpanjang permasalahan.


Jika dilihat lebih dalam, maraknya kehamilan tak diinginkan (KTD) akibat perkosaan/incest yang berujung pada aborsi adalah dampak sistem pergaulan yang liberalistik dan permissif serta lemahnya sistem hukum yg ada terhadap pelaku maksiat atau kejahatan. Kesalahan sudut pandang terhadap pelaku aborsi sebagai korban juga merupakan penyesatan opini dalam legalisasi freesex. Ini semua merupakan buah penerapan sistem sekuler yang mengagungkan kebebasan. Sistem yang menjauhkan aturan agama dalam kehidupan masyarakat. Sehingga tolak ukur perbuatan yang dilakukan bukanlah halal-haram melainkan hawa nafsu belaka.


Sebagai agama yang paripurna, Islam memiliki seperangkat aturan dalam mengatur tingkah laku khususnya pergaulan dalam masyarakat. Islam akan membentengi setiap individu dengan tsaqafah Islam yang mengharuskan dirinya untuk terikat dengan syariat Islam. Menutup aurat, menundukkan pandangan, tidak berdua-duaan, menjauhkan diri dari hal-hal yang membangkitkan syahwat merupakan beberapa hal yang diperintahkan dalam Islam bagi setiap individu. Adanya kontrol masyarakat, pengawasan dan penjagaan masyarakat dari setiap penyimpangan perilaku individu juga merupakan bagian dari syariatNya. Terlebih lagi, jaminan keamanan negara dengan tindak tegas para pelaku maksiat juga merupakan hal penting dalam bernegara berdasarkan syariat Islam.


Perlindungan berlapis dalam sistem pergaulan Islam untuk menuntaskan permasalahan asusila (pergaulan bebas, KTD, aborsi) juga harus dilaksanakan. Secara individu, masyarakat dilarang melakukan tindakan mendekati zina. Begitupun dengan lingkungan masyarakat dan pendidikan. Dunia pendidikan wajib memberikan tsaqafah (pemahaman) Islam dengan memperkokoh aqidah Islam dan memahamkan semua hukum Islam. Media juga tidak diperbolehkan menyuguhkan tontonan yang akan menyuburkan bangkitnya gairah seksual pada masyarakat. Sehingga, adanya upaya untuk melegalisasi tindakan aborsi meskipun dengan dasar kesehatan bukanlah solusi atas semua penyimpangan pergaulan manusia.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak