Korban Gempa Lombok Butuh Peran Pemerintah

Oleh : Sriyanti

Pegiat dakwah, tinggal di Bandung


Inna Lillaahi wa Inna Ilaihi Raaji’uun ”.  Sesungguhnya segala sesuatu milik Allah SWT dan sesungguhnya semuanya akan kembali kepada-Nya. _Ta’ziyah_ kepada saudara-saudara kita di Lombok yang ditimpa musibah gempa, Insya Allah mereka diberi kesabaran dan keikhlasan menerima musibah yang menjadi ketetapan Allah SWT. 


Manusia memang tidak berdaya menolak ketetapan Allah, karena bencana itu bisa datang kapan saja. Allah SWT berfirman : "Sebenarnya (bencana) itu akan datang kepada mereka dengan sekonyong-konyong lalu membuat mereka menjadi panik, maka mereka tidak sanggup menolaknya dan tidak (pula) mereka diberi tangguh." (QS. al-Anbiya’ : 40).  


Namun demikian, Syari’ah Islam telah mengatur bagaimana manusia berupaya mencegah malapetaka besar akibat dari kelalaiannya dalam menanggulangi bencana. Karena Allah pun menjelaskan bahwa kerusakan alam di daratan dan lautan akibat ulah manusia saat mereka memanfaatkan bumi ini tidak sejalan dengan ketentuan Allah SWT.  


Politik atau _ri'ayah_ bencana adalah kebijakan penanggulangan bencana yang meliputi upaya pencegahan, tanggap darurat dan pemulihan pasca bencana. Kesemuanya harus diperhatikan sama pentingnya, tidak boleh lebih fokus pada satu atau dua hal, namun seluruhnya mesti dilakukan.


Jajaran pemerintah, baik di level pusat dan daerah, harus mempunyai kesadaran politik penanggulangan bencana.Letak Indonesia secara geografis, berpotensi terhadap ancaman bencana alam. Karenanya, harus memiliki kesadaran paradigmatik akan pengelolaan tanggap bencana dan menyiapkan segala hal yang diperlukan, mulai dari perangkat kebijakan, pengorganisasian yang baik, SDM handal dan terlatih, anggaran besar khusus bencana, serta sarana dan prasarana yang melimpah.  


Namun sayangnya, politik bencana ini belum berjalan optimal. Kesadaran pemerintah untuk penanggulangan bencana masih rendah, SDM untuk proses tanggap darurat pun masih sangat kurang, ketersediaan sarana-prasarana di daerah bencana sering tidak cukup karena jumlah korban yang besar akibat tidak ada upaya pencegahan sebelumnya, dan yang penting juga adalah kebijakan penganggaran yang belum sigap. Akibatnya, seringkali bencana alam menjadi malapetaka besar yang menelan banyak korban jiwa, dan kerugian materi yang besar.


Seperti yang terjadi di Lombok, per tanggal 12 Agustus, tercatat total korban meninggal dunia hingga Ahad (12/8) sebanyak 428 orang. Total rumah rusak jumlah sementara tercatat sebanyak 52.812 rumah, dan total pengungsi sementara sebanyak 352.793 orang. Sarana umum seperti sekolah, rumah sakit, pasar, masjid, banyak mengalami kerusakan. (www.republika.co.id).


Beberapa gempa susulan dengan skala yang lebih kecil bahkan hingga ahad 19 Agustus 2018 kemarin masih beruntun menimpa Lombok dan sekitarnya.


Semestinya ini bisa diantisipasi ketika kebijakan politik tanggap bencana berjalan sebagaimana mestinya. Namun lagi-lagi ada persoalan mendasar yakni kesalahan paradigmatis pada pemerintahan terhadap pengaturan urusan masyarakat, pengelolaan SDA dan pemanfaatannya. Ini karena pandangan sekuler (agama – syari’ah Islam tidak diterapkan) dalam pengaturan berbagai urusan.


Kejadian bencana tidak diposisikan sebagaimana pandangan Islam, sehingga berpengaruh terhadap langkah tindak. Sementara Rasulullah SAW, tempat kita mencontoh, telah menjelaskan perihal peristiwa bencana ini. Suatu kali di Madinah terjadi gempa bumi. Rasulullah SAW lalu meletakkan kedua tangannya di atas tanah dan berkata, “Tenanglah … belum datang saatnya bagimu.” Lalu, Nabi SAW menoleh ke arah para sahabat dan berkata, “Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian … maka jawablah (buatlah Allah ridha kepada kalian)!”. 


Ini mempengaruhi langkah tindak pasca terjadinya gempa, yaitu penguasa akan memerintahkan semuanya (termasuk para pemimpin) melakukan _muhasabah nafs_, koreksi diri terhadap kelalaian, bertaubat sambil mengingat kemaksiatan apa yang dilakukan sehingga Allah menurunkan bencana alam tersebut. Hal ini juga menjadi penjaga kesadaran ruhiyah masyarakat, khususnya yang berada pada daerah rawan bencana alam untuk senantiasa menjaga ketaatan pada syari’ah dalam lingkup individu dan masyarakat. Karena bencana, jika telah datang waktunya, akan memusnahkan semuanya baik yang taat pada syariah maupun ahli maksiat. Kesadaran ruhiyah adalah bagian dari pengaturan urusan umat (politik). Karena Islam adalah harmoni aqidah (keimanan) dan pelaksanaan syari’ah Islam.


Mestinya disadari, saat Lombok dijadikan satu dari empat destinasi wisata internasional yang tergabung dalam UGG (UNESCO Global Geopark), dan menjadi satu dari sepuluh destinasi prioritas, serta apa yang menjadi konsekuensi atas pilihan ini, yaitu terjadinya liberalisasi budaya dan ekonomi, dampak amoral yang ditimbulkannya, adalah atas kelalaian manusia. Kemudian Allah SWT memberi peringatan agar kita mengoreksi diri.  


Namun rupanya, tidak adanya kesadaran ini membuat semakin jauh dari peringatan Allah tersebut. Alih-alih mengoreksi kebijakan pariwisata yang didominasi faktor ekonomi, malah justru mengambil kebijakan lebih mendahulukan pemulihan pariwisata agar turis segera datang kembali ke Lombok. Bahkan sesaat setelah gempa presiden berpesan kepada menkopolhukam agar penanganan kepada turis dilakukan dengan sebaik-baiknya.


Sementara itu, untuk bantuan bagi korban gempa, kita bisa lihat perbedaan respon yang diberikan pemerintah, mereka akan memberikan bantuan tapi dengan berbagai pertimbangan.

 

Jika politik penanggulangan bencana sesuai dengan ideologi Islam, ia akan berpijak pada _khidmatul ummah_, ia akan mendahulukan kebutuhan rakyatnya, bukan mengurusi kepentingan orang lain, terlebih untuk urusan _lifestyle_ pariwisata yang sarat kapitalisasi dan liberalisasi budaya. Belum lagi dalam soal pencegahan, tanggap darurat dan pemulihan bencana, tidak ada upaya sungguh-sungguh untuk mitigasi bencana, anggaran bencana yang tidak memadai, dan pemenuhan kebutuhan korban gempa yang terlihat lambat.  


Jika masih berkawan dengan ideologi kapitalis-sekuler, maka bencana tetap disikapi sebagai fenomena alam yang tidak menggugah kesadaran umat manusia sebagai hamba Allah untuk melakukan berbagai hal kesholihan atas berbagai karunia hidup yang dilimpahkan Allah pada bumi ini. Semestinya setiap bencana yang terjadi menjadi _tadzkiroh_ bagi umat untuk berbenah dan berjuang agar hukum-hukum Allah tegak dan kehidupan dunia sejahtera. _Wallahu A’lamu_

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak