Konspirasi Ideologi Syahwat

Oleh : Tri S, S.Si

Pembebasan syahwat melalui penjajahan pornografi dan pornoaksi merupakan masalah serius. Pornografi dan pornoaksi dicekokkan ke masyarakat, bukan sekedar sebagai sebuah hiburan. Dibalik hantaman produk-produk porno itu, ada sebuah kekuatan besar yang menyokongnya. Ada konspirasi keji dibalik penebaran pornografi dan pornoaksi melalui berbagai turunannya itu. Mereka bukan sekedar mafia bisnis porno, tapi sebuah kekuatan idiologis. 

Konspirasi itu berupa proses liberalisasi seks bebas. Budayawan terkenal di negeri ini menyebutnya Gerakan Syahwat Merdeka. Gagasan hak seksual perempuan atau kesehatan reproduksi yang diusung penggiat Feminisme, hanya salah satu alat bagi suksesnya konspirasi keji itu. Selain mereka, ada kekuatan global yang menyokong berlangsungnya konsporasi liberalisasi seksual ini. 

Liberalisasi seks lahir dari idiologi sekuler-kapitalisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Idiologi ini berpandangan bahwa agama tidak boleh mengatur aspek muamalah dalam kehidupan ini. Manusia dianggap yang paling tahu dirinya, sehingga manusia bebas menetapkan peraturan bagi dirinya. 

Itu sebabnya aturan sekuler-kapitalisme dibuat berdasar rekayasa akal manusia. Adapun azas dalam membuat aturan adalah manfaat. Selama sebuah peraturan dianggap bermanfaat, maka peraturan itulah yang ditegakkan. Sebaliknya, jika dinilai tidak mengandung manfaat maka akan ditinggalkan. 

Lantas manfaat seperti apa yang dimaksud? Yakni manfaat jasmaniah atau badaniyah. Dalam idiologi ini kebahagiaan atau manfaat berarti diperolehnya kebendaan dan kepuasan jasmaniyah. Untuk mengakomodasi kebutuhan manusia, maka kebebasan manusia harus dijamin. 

Menurut idiologi ini, kebebasan manusia harus dijamin penuh. Mereka bebas melakukan apa saja selama itu dianggap menyenangkan, membawa manfaat dan membahagiakan. Tak terkecuali  bebas memperoleh kepuasan seksual. Asalkan pornografi mendatangkan keuntungan materi dan membuat kebahagiaan, maka memproduksi, menjual dan mengkonsumsi-nyapun menjadi sah-sah saja. Walhasil, kebebasan seksual yang salah satunya diperoleh dengan mengkonsumsi pornografi dan pornoaksi harus dijamin. 

Penentangan dari umat Islam terhadap idiologi syahwat itu begitu kentara ketika digulirkan RUU APP pada 2006. Merekalah pendukung utama RUU tersebut. Sayang, perjuangan mereka diganjal oleh kaum leberalis. Tak ayal, perang idiologipun tak terelakkan, antara idiologi Islam melawan idiologi sekuler-kapitalis. 

Indonesia sebagai negeri dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, sengaja dijadikan sasaran utama dari serangan budaya Barat sekuler melalui pornografi, pornoaksi dan seks bebas. Barat menyadari, Indonesia adalah negeri Islam dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, yang berpotensi menjadi salah satu ancaman atas eksistensi mereka. 

Karena itu, untuk melemahkan moral generasi muda muslim dan melenakan mereka dalam kubangan hedonisme tanpa disadari oleh mereka sendiri, Barat melancarkan serangan budaya permisif (serba boleh) seperti pornografi, pornoaksi dan seks bebas. 

Tujuan akhirnya adalah semakin menjauhkan kaum Muslim dari Islam, dan pada akhirnya menghancurkan Islam itu sendiri. Pornografi- pornoaksi dijejalkan sebagai hiburan baru yang mampu menghipnotis manusia hingga kehilangan akal sehatnya. Itulah konspirasi busuk dibalik penjajahan bangsa oleh pornografi dan pornoaksi. Jadi, masihkah kita menganggap  remeh masalah pornografi dan pornoaksi? [Tri S]

(Penulis adalah pemerhati perempuan dan generasi) 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak