Oleh; Zakiyah Almanaf
Ada yang sedang jatuh cinta? Jatuh cinta berjuta rasanya. Begitulah lirik dalam sebuah lagu, untuk menggambarkan perasaan yang sedang dialami oleh orang yang jatuh cinta. Berjuta-juta rasa yang kemudian mewarnai perjalanan hidupnya. Kata Cinta sepertinya memiliki makna yang sulit dicerna, kata yang sulit ditemukan maknanya. Bahagia dalam duka bahkan duka dalam bahagia bisa dirasakan oleh orang yang sedang jatuh cinta. Begitupun remaja yang sedang menerbangkan sayap asmaranya berkelana mencari belahan jiwa, pasangan sejati.
Namun beda pola fikir ternyata beda juga dalam memahami cinta, beda pula dalam mengekspresikannya. Rasa cinta yang hinggap dalam dada manusia, bisa menjelma menjadi cahaya hidayah yang menuntunnya meniti jalan hijrah. Bisa juga berubah wujud menjadi syetan yang senantiasa menyesatkan dan membuat kerusakan. Tidak sedikit manusia yang berubah menjadi baik ketika dia menemukan cinta sejatinya. Namun banyak juga manusia yang terperosok menjadi jahat bahkan ahli maksiat hanya karena jebakan cinta.
Cinta seperti senjata yang memiliki dua mata pisau, ditangan orang yang tepat dia akan menjadi anugerah berbuah berkah. Namun ditangan orang yang salah dia akan menjadi duka berbuah lara tak berkesudahan.
Bukankah selama ini banyak orang yang mengatakan cinta itu universal, milik setiap insan yang benyawa? Betul cinta adalah fitrah bagi manusia sehingga siapapun dia ketika dia manusia dia pasti merasakan gelora cinta. Sehingga banyak peristiwa dunia, tragedi yang terjadi karena ulah rasa yang bernama cinta. Cinta mewarnai kehidupan setiap manusia, namun tidak selalu warna indah yang dipersembahkan cinta. Justru banyak ukiran sejarah yang menyampaikan kelamnya kisah cinta manusia durjana. Noktah hitam dalam percintaan ini sering terjadi dikalangan remaja yang mengaku pemuja cinta, padahal sejatinya pemuja syahwat.
Hamil diluar nikah, free sex, pembunuhan, permusahan justru menjadi warna dominan yang menghiasa kisah cinta remaja yang lepas dari aturan. Padahal cinta tak sekedar rasa, tapi cinta butuh penyaluran nyata dari sipujangga. Sehingga disinilah dibutuhkan penjaga, aturan yang berlaku untuk mengawal cinta bertemu pasangan idamannya.
Ketika cinta bersenandung, maka biarlah ayat-ayat cinta yang menjadi kidung. Ketika sepasang insan menyemai rasa yang bernama cinta biarlah pelaminan menjadi penghalal sehingga dia bebas mengekspresikan cintanya. Namun cinta seperti apa yang bisa diatur dengan ayat-ayatNya? Tentu bukan cinta biasa, bukan cinta karena syahwat semata. Tapi cinta karena Allah yang menjadikan dia bisa mereguk nikmatnya ketaatan dan manisnya keimanan. Sebagaimana Hadits dari anas bin Malik, Rasululloh saw bersabda;
"Siapa pun tidak akan merasakan manisnya iman, hingga ia mencintai seseorang tidak karena yang lain kecuali karena Allah semata." (HR. Bukhori)
Jika cinta karena Allah ini sudah menjadi sandaran, maka manusia akan mencintai seseorang semata-mata karena ketaatannya kepada Allah. Dia pun akan menjaga cintanya agar tidak keluar dari jalur yang sudah ditetapkan Allah. Dia akan memilih seseorang untuk dicintainya atas dasar keimanannya, dia pun akan tuangkan rasa cintanya dengan jalan yang Allah halalkan. Cinta karena Allah akan menuntunnya menuju kebaikan dan kebahagiaan. Hasanah fii dunia wa fiil akhirat (kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan diakhirat.
Karena cinta bukan sekedar rasa tapi butuh ruang untuk mengatakan dan mengekspresikannya, maka aturan Islam menjadi jalan penyelamat untuk menjawab kegelisahan yang bergejolak. Dalam hal ini ada dua jalan yang ditawarkan Islam, yang pertama halalkan yang kedua tinggalkan.
Menghalalkan sebuah hubungan untuk mengekspesikan sebuah rasa hanya bisa dengan pernikahan. Tentu ada proses yang harus dilalui agar sampai kepada tujuan cinta yaitu mahligai pernikahan. Proses ini pun harus sesuai dengan tuntunan risalahNya, yaitu mengenal lebih detil tentang pasangan kita dengan cara taarufan. Selama masa taaruf ada rambu yang menjaga interaksi sehinggu kesucian diri dan cinta bisa terpelihara.
Seandai jalan untuk menghalalkan belum bisa ditempuh karena satu dan lain hal, maka jalan berikutnya yang bisa ditempuh adalah tinggalkan. Bagaimana dengan perasaan yang sudah terlanjur porak poranda? Tata kembali hati dan berpuasalah. Itu pesan Rasululloh saw, seperti yang dituturkan oleh Abdullah Ibnu Mas’ud ra berkata: Rasulullah saw bersabda pada kami:
“Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.” [Muttafaq Alaihi]
Selain berpuasa maka perbanyaklah berdzikir, karena dengan berdzikir hati akan menjadi tenang. Firman Allah swt;
"Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar Ra'du 28)
Kemudian hal lain yang bisa dilakukan adalah menyibukan diri dalam hal positif. Karena manusia akan selalu berada dalam dua kondisi yang menyibukannya, kalau tidak disibukan oleh ketaatan maka dia akan disibukan dengan kemaksiatan. Untuk itu raih ketaatan, dekati Allah dengan amal-amal yang disukaiNya. Sehingga dengan itu cintaNya akan tercurah ketika sudah mendapatkan cinta Allah maka kebahagiaan di dunia dan diakhirat akan tercurah.
Wallahu alam.