Kepribadian Aneh atau Unik, Pilih Mana?


Oleh: Hamsina Halik


Pernah gak kepikiran kalau orang yang bekerja di kantoran atau bank itu penampilan mereka rapi dari atas sampai bawah, kelihatan berwibawa dan menampilkan pribadi yang menarik di pandang. Atau pernah mendapati seseorang dari kalangan atas dan seorang intelektual,  kemudian kita bahwa  semakin tinggi pendidikan seseorang dan kedudukannya pasti kepribadiannya sangat bagus. Orang yang memiliki teman banyak,  pasti punya pribadi yang baik karena banyak orang yang menyukainya dan mau bergaul dengannya. Orang yang rajin beribadah,  suka menolong,  gemar berinfak dan bersedekah pasti memiliki kepribadian yang baik. 


Begitulah kira-kira gambaran kebanyakan orang, menilai kepribadian seseorang dari luarnya dan kebaikan hatinya.  Padahal, bukan penampilan fisik dan kebaikan seseoranglah yang menentukan bagaimana kepribadiannya, melainkan  dilihat dari bagaimana pola pikir dan pola sikapnya dan bagaimana ia menyelaraskan pola pikir dan pola sikap ini. Inilah unsur pembentuk kepribadian seseorang. 


Namun,  terkadang di dunia saat ini masih sering kita jumpai orang yang memiliki 'kepribadian aneh'.  Entah,  itu ada disekitar kita,  atau orang terdekat kita, mungkin pernah mendengarnya dari orang lain atau kita pernah membacanya dalam berita-berita dikoran maupun berita online. 


Lalu, seperti apakah kepribadian aneh ini?


Kita pernah melihat seorang muslim rajin ibadah, tahajudnya sangat rutin,  rajin baca qur'an,  tapi dalam kehidupannya tidak lepas dari perkara riba,  mulai dari kredit rumah,  kredit kendaraan,  kredit elektronik,  kredit ini itu. 

Ada juga seorang muslimah memiliki sifat santun dan baik tapi bekerja di sebuah  minimarket yang menjual khamr. Atau seorang laki-laki muslim yang jujur bekerja sebagai satpam, namun yang dijaga adalah lokisasi judi. Atau seorang artis yang muslim tidak pernah lupa shalat wajib,  tapi tidak menutup aurat,  bergaul bebas,  pacaran dan sebagainya. Atau kita pernah mendapati seorang ustadz tapi terjerat kasus penipuan. 

Atau mungkin saja hal itu terjadi pada diri kita sendiri. Itulah disebut sebagai 'keanehan', disatu sisi mereka muslim,  tapi disisi lain tidak mencerminkan seorang muslim. Atau dengan kata lain memiliki kepribadian ganda. 



Apa yang salah ? Mengapa terjadi yang demikian? 


Mereka itu sebenarnya muslim tapi hanya menjadikan Islam sebagai dasar dalam pola pikirnya,  sementara pola sikapnya tidak. Sementara kepribadian pada setiap manusia sesungguhnya terbentuk dari pola pikir (‘aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah). Pola pikir adalah cara yang digunakan untuk memikirkan sesuatu, yakni cara mengeluarkan keputusan hukum tentang sesuatu, berdasarkan kaidah tertentu yang diimani dan diyakininya.  


Sedangkan pola sikap adalah cara yang digunakan seseorang untuk memenuhi kebutuhan naluri (gharizah) dan kebutuhan jasmani (hajat al ‘adhawiyah), yakni upaya memenuhi tuntutan tersebut berdasarkan kaidah yang dimani dan diyakininya. Jika kaidah yang digunakan untuk ‘aqliyah dan nafsiyah seseorang jenisnya sama, siapapun dia, maka akan melahirkan syakhshiyyah (kepribadian) yang  khas dan unik.



Kemudian cara yang manakah yang harus digunakan manusia ?


Karena kepribadian manusia ini tidak ada kaitannya dengan penampilan manusia dan semua itu hanya kulit luarnya saja. Maka, kepribadian manusia hanya bisa dinilai dari pemikiran dan perilakunya. Perilakulah (pola sikap) yang menunjukkan tinggi-rendahnya derajat manusia. Sementara perilaku manusia tergantung bagaimana pemahaman (mafahim)nya, yang terbentuk dari pemikirannya. 


Walhasil, perilaku manusia terkait erat dengan pemahaman (mafahim)nya dan tidak bisa dipisahkan. Perilaku manusia muncul karena adanya dorongan  untuk memenuhi kebutuhan jasmani (hajat udhuwiyah)  dan naluri (gharizah)nya yang kemudian membentuk kecenderungan yang dipengaruhi oleh mafahimnya. Inilah yang akan membentuk kepribadian manusia.  


Jika mafahimnya berasal dari islam maka ia akan memenuhi kebutuhan jasmani dan nalurinya sesuai dengan koridor Islam. Dengan kata lain,  jika dia Muslim dan pemahamannya Islami (bersumber dari akidah Islam) maka kepribadiannya berpotensi menjadi Islami. Sebaliknya, jika dia Muslim tetapi pemahamannya tidak Islami (tidak bersumber dari akidah Islam) maka secara pasti kepribadiannya tidak Islami; apalagi jika dia orang kafir.



Sebagaimana disebutkan diatas bahwa nafsiyyah seseorang sangat dipengaruhi oleh mafahimnya, yang bersumber dari keyakinan/akidah yang dimilikinya. Mafahim pula yang  membentuk ‘aqliyyahnya sekaligus membentuk dan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap nafsiyyahnya. Contoh: pada zaman Rasulullah SAW saat belum diturunkannya ayat  khamr diharamkan, kaum Muslim  zaman itu terbiasa meminumnya. Namun, ketika wahyu Allah yang mengharamkan khamr turun (QS al-Maidah [5]: 91), seketika kaum Muslim meninggalkannya. Bahkan diriwayatkan, saat itu banyak jalanan di kota Madinah basah karena khamr yang ditumpahkan/dibuang oleh kaum Muslim saat itu. 


Begitupun saat wahyu yang mewajibkan kaum Muslimah mengenakan kerudung/khimar (QS an-Nur [24]: 31) dan jilbab (QS al-Ahzab [33]: 59) turun; seketika itu kaum Muslimah menutup seluruh tubuhnya dengan kedua jenis pakaian tersebut. 


Menyatunya pola sikap dan pola pikir seseorang inilah yang disebut sebagai kepribadian unik. Yaitu,  orang-orang yang berpegang teguh pada aturan-aturan hidup (ideologi) tertentu,  baik Islam maupun selain Islam.  Karena,  itu akan mudah bagi kita untuk mengenali mana seorang muslim yang berpegang teguh pada aturan Islam dan selain Islam. 


Sama seperti contoh-contoh diatas, seorang satpam yang jujur, muslimah yang santun dan baik, seorang ustadz, sang ahli ibadah, artis muslim yang tidak pernah alpa shalat, mengambil mafahim untuk pola sikapnya dari Islam. Sehingga dapat kita sebut mereka memiliki pola sikap yang islami (nafsiyah islamiyyah). 


Akan tetapi dalam pola pikir, mereka mengambil mafahim dari selain Islam, seperti Kapitalisme, sehingga mereka masih menjual khamr, melakukan penipuan, bertransaksi dengan riba, legalisasi perjudian,  mengumbar aurat,  untung rugi  yang menjadi  standar dalam pola pikir mereka bukan lagi halal-haram. Maka dapat kita simpulkan pola pikir  mereka bukanlah pola pikir Islam (aqliyah islamiyyah). 


Sebagai seorang muslim seharusnya mereka menjadikan Islam sebagai dasar dalam mafahimnya, baik itu pola sikap  ataupun pola pikirnya, dan cukup satu mafahim,  tidak lebih. Inilah yang dinamakan kepribadian unik.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak