Oleh: Tri S, S.Si
Pada pekan kedua Agustus tahun 2018 ini, kekeringan terus melanda di sejumlah wilayah di Indonesia. Sejumlah daerah telah mengalami hari tanpa hujan ekstrem atau lebih dari 60 hari sehingga daerah-daerah tersebut perlu mewaspadai terjadinya kekeringan.
Di Jawa Timur, ada 442 desa yang mengalami kekeringan. Di antara desa yang mengalami kekeringan itu, 199 desa di antaranya mengalami kekeringan kritis yang berarti tidak ada potensi air.
Beberapa daerah di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Yogyakarta juga mengalami kekeringan. Ribuan hertare sawah berpotensi gagal panen karena kurangnya pasokan air.
Kekeringan pun melanda sejumlah wilayah di luar Pulau Jawa, seperti Nusa Tenggara Barat, Busa Tenggara Timur, Kalimantan dan Sulawesi.
Akibat kekeringan, masyarakat sulit memperoleh air bersih untuk kebutuhan sehari-hari karena air di sumur-sumur warga mulai mengering. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memprediksikan puncak musim kemarau akan terjadi pada Agustus dan September 2018. Saat ini, sebagian besar wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau yang diperkirakan normal dan tidak dipengaruhi El Nino yang menyebabkan kekeringan parah seperti pada 2015. Meski tidak dibarengi dengan El Nino atau anomali suhu permukaan air laut di Samudera Pasifik ekuator yang membawa dampak kekeringan di Indonesia, namun musim kemarau tahun ini sudah makin terasa dampaknya. Musim kemarau di Indonesia sangat dipengaruhi oleh Monsun Australia. “Orang sering menyebutnya angin timuran”, kata Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal dikutip Antaranews.
Saat matahari berada di utara equator, yaitu pada April, Mei, Juni, Juli, dan Agustus, maka wilayah di sebelah utara equator memiliki tekanan lebih rendah daripada wilayah selatan equator. Akibat dari peristiwa tersebut, maka angin akan bergerak dari wilayah selatan equator, yaitu Australia menuju utara (Asia). Angin ini sering dikenal dengan nama angin Monsun Australia. Angin timuran itu membawa massa udara yang bersifat kering dan dingin sehingga wilayah di Indonesia mengalami musim kemarau.
Musim kemarau rupanya membawa dampak kekeringan di beberapa daerah di Jawa Timur. Bahkan, akibat kekeringan tersebut tiap rumah hanya memiliki 10 liter air tiap harinya yang memerlukan jarak tempuh ke sumber air sekitar 3 km. Hal ini disampaikan oleh Kepala pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jatim, Suban Wahyudiono ketika dihubungi IDN Times Jumat (10/8).
1. Sebanyak 199 desa kekeringan kritis
Suban memaparkan data bahwa ada 442 desa yang mengalami kekeringan di Jatim. Bahkan, 199 desa mengalami kekeringan kritis yang berarti tidak ada potensi air. Kabupaten dengan kekeringan kritis terparah yaitu Kabupaten Sampang dengan 42 desa “ 199 desa itu tersebar di 23 kabupaten di Jatim”, jelasnya.
Untuk mengatasi kekeringan kritis ini tidak ada cara lain selain mengirim suplai air dalam truk tanki dan juga memberikan beberapa tendon air. Suban menjelaskan bahwa pihak Pemrov Jatim sudah mengirimkan bantuan berupa 4 tandon air berisi 2,2 meter kubik air dan juga 200 jerigen air bagi tiap desa yang terdampak kekeringan kritis.
2. Pembangunan Saluran air dan sumur air dalam
Di tempat terpisah , Gubernur Jatim Soekarwo mengatakan bahwa pihaknya juga telah melakukan proses pembangunan sumur air dalam terhadap 223 desa yang terdampak kekeringan. Selain itu, ia juga membuat saluran-saluran air untuk melancarkan distribusi air di desa tersebut. “Sekarang sudah dikerjakan. Tapi yang 199 desa itu gak bisa, harus pake penampungan”, terangnya.
3. Belum semua daerah meminta bantuan
Suban menambahkan, dari 23 kabupaten yang mengalami kekeringan kritis, baru 6 yang menerima bantuan dari Pemrov. Hal ini lantaran tidak semua mengajukan bantuan air. Baru 17 kabupaten yang mengajukan dan 6 kabupaten yang administrasinya telah lengkap. “Biasanya mereka menghabiskan anggaran daerah dulu untuk menanggulangi. Baru minta bantuan”, terangnya. Sebanyak 6 daerah yang sudah meminta bantuan antara lain Sumenep, Sampang, Tulungagung, Mojokerto, Pasuruan dan Probolinggo.
Semua bencana apapun, termasuk kekeringan ini, bukanlah sekedar fenomena alam, melainkan ekses dari pengelolaan SDA dan paradigm pembangunan yang tak sesuai aturan Allah berfirman: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”, (QS. Ar Rum:41). Dan juga Allah berfirman: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbutan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahanmu)”. ( QS. As-Syura: 30).
Kehidupan sejahtera penuh berkah hanya bisa diwujudkan dengan penerapan syariah Islam secara kaffah dalam naungan intitusi penerap Islam kaffah. Aturan Islam memiliki visi menebar kerahmatan bagi seluruh alam. Allah berfirman:”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS. Al A’Raf: 96). [Tri S]
(Penulis adalah pemerhati perempuan dan generasi)