Oleh : Ari Windarti
Ibu Rumah Tangga, tinggal di Bandung
Tak terasa tanggal 17 Aguatus tahun 2018 ini Bangsa Indonesia merayakan hari kemerdekaan negeri ini untuk yang ke 73 kalinya. Di tengah suasana perayaan kemerdekaan itu, bangsa ini layak bertanya. Apa sebetulnya arti kemerdekaan yang hakiki itu? Betulkah kita telah sungguh sungguh merdeka? Benarkah kita sudah terbebas dari penjajahan?
Dalam pandangan Syaikh Taqiyuddin an nabhani, sebagaimana dinyatakan antara lain dalam kitabnya Mafahim Siyasiyah penjajahan adalah metode baku negara-negara kapitalis khususnya negara-negara Barat terutama AS untuk menyebarkan cengkeraman pengaruhnya ke seluruh dunia.
Penjajahan gaya baru sama berbahayanya dengan penjajahan gaya lama. Bahkan bisa lebih berbahaya. Karena penjajahan gaya baru pihak tejajah tidak merasa dijajah. Sementara penjajahan gaya lama yang menggunakan metode peperangan fisik sangat terasa oleh pihak terjajah dan akan menumbuhkan keinginan kuat untuk melawannya.
Salah satu contoh yang bisa dirasakan dari penjajahan gaya baru yakni bangsa ini setiap tahun antusias merayakan kemerdekaan. Pada saat yang sama bangsa ini tidak menyadari kekayaan mereka terus dikuasai dan dieksploitasi perusahaan asing. Tambang emas, minyak, gas, dan sumber daya lain dikuasai PT Freeport, Exxon mobile, dan masih banyak perusahaan asing lainnya. Ironisnya semua itu dilegalkan undang undang.
Islam memandang bahwa bebas dari keterjajahan adalah pada saat setiap hamba mampu mewujudkan penghambaan hanya kepada Allah SWT dan terbebas dari segala bentuk perbudakan dan penghambaan oleh sesama manusia itulah misi utama umat islam. Itulah arti kemerdekaan yang hakiki. Islam menghendaki manusia benar benar merdeka dari bentuk penjajahan, eksploitasi, penindasan, perbudakan oleh manusia lainnya.
Islam datang untuk membebaskan manusia dari segala bentuk penghambaan kepada sesama manusia sekaligus mewujudkan penghambaan hanya kepada Allah SWT. Islam datang untuk membebaskan manusia menuju kelapangan dunia ( _rahmatan lil alamin_).
Semua itu akan menjadi nyata jika umat manusia mengembalikan hak penetapan aturan hukum hanya kepada Allah SWT dan Rasul SAW. Caranya dengan menerapkan syariah islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan. Tanpa itu kemerdekaan yang hakiki tidak akan pernah terwujud.
Allah SWT berfirman.
"Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku maka sungguh bagi dia kehidupan yang sempit dan kami akan mengumpulkan dirinya pada hari kiamat dalam keadaan buta. (QS Thaha (20)124).
Karena itulah Allah SWT memerintahkan kita semua untuk menerapkan syariah islam dalam seluruh aspek kehidupan.
Tugas pemimpin atau penguasa dalam islam adalah melakukan pengaturan urusan dunia ( _siyasah ad dunya_) .
Semua itu hanya bisa berjalan dan terwujud di dalam sistem kepemimpinan islam yang disebut oleh ulama mu' tabar dengan istilah imamah atau khilafah. Khilafah ini wajib menurut ijmak.
Sistem kepemimpinan islam yakni imamah atau khilafah inilah yang benar benar mampu mewujudkan kemerdekaan hakiki bagi umat manusia. Hanya sistem ini pula yang sekaligus bisa mewujudkan tujuan kemerdekaan itu yakni kehidupan yang adil, makmur, sejahtera, aman dan tentram dalam naungan Allah SWT.
_Wallahu a' lam bi shawab._