Oleh : Tri Mar'ah
Duka kembali menyelimuti negeri ini. Saudara-saudara kita di Lombok merasakan gempa bumi berkekuatan 6,4 SR disusul dengan gempa yang lebih dahsyat yakni 7,0 SR dan berpusat di kedalaman kurang dari 20 kilometer di area darat. BMKG sempat mengaktifkan peringatan akan terjadinya gelomban tsunami. Namun dalam kurun waktu satu jam peringatan itu dicabut.
Pasca terjadinya gempa besar tersebut, Lombok kembali merasakan 47 kali gempa susulan dengan intensitas yang lebih kecil. Akibatnya hampir 75 persen pemukiman hancur dan rusak. Berbagai fasilitas publik seperti sekolah, rumah sakit, jembatan, puskesmas, masjid dan perkantoran juga rusak. Hingga H+5 jumlah korban jiwa mencapai 300 lebih orang meninggal.
Bencana alam seperti gempa bumi sesungguhnya adalah peringatan dari Allah bagi mukmin yang ingkar dan ujian bagi mukmin yang taat. Hal ini sebagaimana firman Allah di dalam Q.S Ar Rum ayat 41 yang artinya
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid ibnul Muqri, dari Sufyan, dari Hamid ibnu Qais Al-A'raj, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut”. Bahwa yang dimaksud dengan rusaknya daratan ialah terbunuhnya banyak manusia, dan yang dimaksud dengan rusaknya lautan ialah banyaknya perahu (kapal laut) yang dirampok karena banyak perbuatan maksiat yang dikerjakan oleh para penghuninya.
Abul Aliyah mengatakan bahwa barang siapa yang berbuat durhaka kepada Allah di bumi, berarti dia telah berbuat kerusakan di bumi, karena terpeliharanya kelestarian bumi dan langit adalah dengan ketaatan. Karena itu, disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud yang bunyinya:
“Sesungguhnya suatu hukuman had yang ditegakkan di bumi lebih disukai oleh para penghuninya daripada mereka mendapat hujan selama empat puluh hari”.
Dikatakan demikian karena bila hukuman-hukuman had ditegakkan, maka semua orang atau sebagian besar dari mereka menahan diri dari perbuatan maksiat dan perbuatan-perbuatan yang diharamkan. Apabila perbuatan-perbuatan maksiat ditinggalkan, maka hal itu menjadi penyebab turunnya berkah dari langit dan juga dari bumi.
Selanjutnya makna dari frasa “supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka” maksudnya, agar Allah menguji mereka dengan berkurangnya harta dan jiwa serta hasil buah-buahan, sebagai suatu kehendak dari Allah bagi mereka dan sekaligus sebagai balasan bagi perbuatan mereka.
Berikutnya frasa “agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” yakni agar mereka tidak lagi mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat.
Kemudian Allah Swt. berfirman dalam ayat selanjutnya:
Katakanlah, "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. (Ar-Rum: 42)
Yaitu orang-orang dahulu sebelum kalian.
Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (Ar-Rum: 42)
Maka lihatlah apa yang telah menimpa mereka disebabkan mendustakan para rasul dan mengingkari nikmat-nikmat Allah.
Pada masa kepemimpinan Khalifah Umar Bin Khattab pernah terjadi gempa. Beliau tidak memandang musibah tersebut sekedar sebagai fenomena alam, melainkan sebagai peringatan dari Allah. Saat itu beliau mengingatkan kaum muslimin agar meninggalkan kemaksiatan dan kembali kepada hukum-hukum Allah.
Menilik kondisi kita saat ini kemaksiatan demikian merajalela. Kaum pelangi dilindungi, sedangkan ulama dan intelektual dipersekusi. Pernikahan dini dihalangi, tetapi zina dimaklumi. Penyeru syariat Islam dibungkam, penyeru maksiat dielu-elukan. Semoga bencana ini menjadi bahan introspeksi bagi kita untuk segera menghentikan kemaksiatan dan sebagai pengingat untuk kembali ke jalan yang benar, seperti sikap Umar Bin Khattab dahulu.