Gagasan Pemerataan Pendidikan dan Zonasi


Oleh: Arin RM, S.Si*


Tahun ini adalah tahun kedua zonasi diterapkan secara resmi sebagai panduan PPDB melalui peraturan Kemendikbud Peraturan Mendikbud No. 4/2018 tentang Zonasi pada bulan Mei lalu. Zonasi atau jarak rumah dengan sekolah menjadi pertimbangan calon siswa untuk diterima (m.mediaindonesia.com, 29/05/2018). Zonasi dimaksudkan untuk pemerataan pendidikan. Mendikbud menyampaikan: “kebijakan zonasi diambil sebagai respons atas terjadinya “kasta” dalam sistem pendidikan yang selama ini ada karena dilakukannya seleksi kualitas calon peserta didik dalam penerimaan peserta didik baru (kemendikbud.go.id, 01/06/2018). 

Kebijakan zonasi sepertinya tidak berjalan mulus. Di lapangan dijumpai sejumlah permasalahan, misalnya  jarak rumah dan sekolah yang diputuskan dalam daftar zonasi justru lebih jauh dari sekolah lain yang di luar zonasinya. Kasus siswa bingung kemana melanjutkan belajar yang sesuai keinginan ketika di lokasi zonasi tak dijumpai sekolah dengan program yang dimaui. Ada juga siswa yang terpaksa menjauh ke sekolah di luar zonasinya karena nilainya tak memenuhi syarat di sekolah  zonasinya. Laman liputan6.com (06/07/2018) pun menuliskan headline “Nasib Siswa Berprestasi Terlontang-lantung Lantaran PPDB Sistem Zonasi.”

Kepala Perwakilan Ombudsman Jawa Barat, Haneda Sri Lastolo, mengatakan, pada penyelenggaraan PPDB tahun ini pihaknya memfokuskan pengawasan sistem zonasi. Berkaca pada seleksi tahun baru, penerapan rayonisasi ini banyak menjadi celah kecurangan. “Kita belum punya data, tapi angka kecurangan dari sistem zonasi ini tinggi,” kata Haneda. Sebagai contoh, dia menyebut, penerapan sistem ini banyak menimbulkan jual beli kursi. Siswa titipan khususnya dari pihak-pihak berpengaruh sering dilakukan atas dasar rayonisasi tersebut (jabarnews.com, 02/07/2018).

Menyikapi peristiwa terkait, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai, ada empat kelemahan dalam Permendikbud tersebut. Yakni, tentang biaya pada Pasal 19 ayat 1 dan 3, dan Pasal 16 ayat 1 dan 2 tentang radius atau domisili peserta dengan sekolah. SekJen FSGI Heru Purnomo menegaskan, lemahnya aturan membuat PPDB 2018 tetap menimbulkan masalah seperti tahun lalu. Ia mencontohkan, daya tampung sekolah tak seimbang dengan jumlah pendaftar menimbulkan beragam praktik kecurangan. Di antaranya melalui penyalahgunaan fungsi Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) oleh sejumlah oknum (pikiran-rakyat.com, 10/07/2018). 

Zonasi diwacanakan untuk mengatasi pemerataan pendidikan, namun kenyataan yang terjadi justru menunjukkan program ini belum menyentuh persoalan mendasar dunia pendidikan. Mengapa? Sebab magnetisasi sekolah favorit menarik calon siwa baru tidak terjadi secara instan. Ada waktu tahunan yang dibutuhkan. Proses kemunculan favoritisme sekolah  berawal dari  adanya dukungan  pemegang kebijakan level atas, baik  berupa  tenaga  pendidik maupun dana untuk pengadaan sarpras. Kuatnya dukungan berkaitan dengan kebijakan politis. Maka, seharusnya langkah awal yang dipilih untuk memeratakan pendidikan ini adalah dengan pemerataan kebijakan politis ini dulu, yakni berupa pemerataan kualitas pendidikan. Beberapa langkah berikut dapat ditempuh sebagai upaya awal yang terstruktur: 

Pertama: penelaahan ulang ketersediaan jumlah sekolah dan jumlah calon siswa. Di Indonesia perbandingan jumlah SD, SMP, SMA negeri belum sebanding. Semakin naik jenjang, jumlahnya semakin sedikit, terutama sekolah negeri. Secara otomatis dari jumlah sekolah saja sudah memunculkan potensi persaingan calon siswa baru. Maka langkah awal yang dapat dilakukan adalah memenuhi kebutuhan sekolah. 

Kedua: banyaknya jumlah sekolah harus diimbangi dengan kualitas dan kelengkapan sarana prasarana fisik sekolah. Harus ada standarisasi nasional terkait hal ini. Minimal harus ada standar menejemen sekolah entah itu berupa jenis gedung apa saja beserta spesifikasi peralatan penunjang pendidikan atau apa saja yang diwajibkan tersedia di sebuah sekolah. 

Ketiga: pemerataan pendidikan perlu didukung oleh ketersediaan tenaga pendidik yang berkualitas. Jumlah pendidik di negeri ini banyak. Hanya saja belum semuanya berstatus pegawai tetap dan belum merata tersebar ke pelosok daerah. Disinilah perlunya perombakan kepegawaian tenaga pendidik beserta sistem penggajiannya yang menyejahterakan lagi merata ke setiap orang.

Keempat: berhubung untuk menuju ke sekolah, diperlukan akses yang mudah, maka selanjutnya harus dipayakan ada fasilitas jalan yang baik menuju sekolah, sekaligus moda angkutan umum yang mampu mengampu jumlah siswa dan aman sepanjang perjalanan. 

Kelima: memanamkan mindset di pemangku kebijakan, bahwa pendidikan adalah hak semua warga negara. Tanggung jawab utama akan pendidikan ada di pundak negara, dalam hal ini pemerintah sebagai pelaksananya. Pemerintah lah yang seharusnya full support untuk urusan terlaksananya pendidikan ini. Sehingga secara politis, dimana pun posisi sekolah, kucuran dana dan kucuran tenaga pendidiknya harus disetarakan. Tidak hanya terkonsentrasi di kota besar saja.

Sejatinya problema pendidikan yang bermunculan adalah buah dari penyelenggaraan pendidikan yang beorientasi pada Barat yang berhaluan sekuler dan liberal. Konsep ini menjadikan negara bisa menyerahkan pembiayaan pendidikan di tangan pihak kedua, meski akhirnya muncul polarisasi pendidikan tersebab biaya. Jika ingin mengakhirinya, maka sudah selayaknya berpaling dan move on dari model pendidikan ini. Sebagai pelajaran, perlulah meneladani pendidikan di masa kekhilafahan Islam. 

Model pendidikan yang pernah di tulis sejarawan Barat, Philip K Hitti, sebagai konsep penyelenggaran pendidikan unggul. Tulisan tersebut adalah pertanda bahwa perhatian Islam akan pendidikan sangat besar. Semuanya tak lain karena Islam konsisten melaksanakan dan memfasilitasi kewajiban menuntut ilmu yang telah digariskan syariat. Sehingga Khalifah sebagai periayah urusan umat akan meletakkan pendidikan sebagai perkara prioritas yang harus diperhatikan. Merata di semua wilayah, baik kualitas maupun kuantitasnya. [Arin RM].

*Freelance author, Member TSC


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak