Oleh : Sunarti
Panggung pertunjukan sudah dipersiapakan. Pertunjukan hendak dimulai. Para pemain telah berdandan rapi, sesuai peran masing-masing. Sang sutradara yang memegang kendali, mondar mandir di lingkup panggung dan kombong (bilik) para pemain. Sebuah cerita besar akan dimainkan dalam pagelaran. Entahlah, ini cerita yang berulang dari jaman dahulu, ataukah episode baru dari sebuah karya sang sutradara.
Banyak pemain di dalam bilik-bilik di belakang penggung. Berbagai tokoh yang berbeda karakter telah dipilh oleh sutradara. Berbagai peran juga telah ditentukan. Peran antagonis dan protagonist, semua dihadirkan. Ada juga yang berperan sebagai penggembira atau peran pembantu saja.
Semua pemain berperan selayaknya karakter asli tokoh yang diperankannya di dalam kisah sandiwara tersebut. Tentu saja, semua sesuai arahan sutradara. Ketika harus berperan jahat, maka harus dipoles mukanya agar menggambarkan kejahatannya. Demikian pula sebaliknya, agar tampak lemah lembut, maka dipoles pula agar tampak wajah yang membuat orang lain simpatik. Didukung dengan pakaian dan asesoris sebagai penguat karakter. Tidak ketinggalan latar belakang di atas panggung dipermak agar mendukung setiap alur ceritanya.
Apabila, ada pemain yang melanggar aturan dari sebuah kisah yang dihadirkan, maka sutradara tidak segan untuk mendepaknya dari kancah pertunjukan. Tidak heran apabila semua tunduk pada aturannya. Demikian pula, demi mengharap imbalan yang pantas atas sebuah pertunjukan, para pemain merelakan diri menuruti semua keinginan sutradara. Tatkala peran semakin menantang, bisa saja bayarannya juga semakin mencengangkan. Puluhan hingga ratusan juta bisa masuk kantong atau masuk rekening.
Tahun ini, panggung perhelatan politik mulai digelar. Berbagai atribut partai menghiasi tepi jalan dan halaman media. Berderet nama tokoh memenuhi nomor-nomor pendaftar. Berseliweran foto pemain memenuhi baleho dan halaman media.
Menuju tahun 2019, tahun politik. Adu kepiawaian menarik simpati umat. Hampir semua memerankan tokoh protagonis demi suara tarkais. Janji di sana dan meraih simpati di sini. Semua dilakukan demi sebuah "kemenangan." Kemenangan yang sejatinya hanya berganti posisi antar pemain saja. Pemain sandiwara di panggung demokrasi. Tidak akan ada yang berubah dari kisah-kisah yang tertoreh di dalamnya. Akan tetap sama bagi umat. Kehidupan yang sengsara, terbelenggu dengan kemaksiatan dan lemiskinana hingga keterbelakangan. Inilah panggung sandiwara di era demokrasi.
Itulah panggung sandiwara. Satu hal yang menjadi pembelajaran, yaitu 'dunia bukan panggung sandiwara'. Memang manusia ditakdirkan dalam kehidupan masing-masing. Namun Allah Swt, memberikan pilihan atas jalan kehidupan. Tentu saja pilihan ini ada konsekwensinya. Yaitu baik dan buruk, terpuji dan tercela. Dan semua ini bukan ditentukan sesuai dengan akal manusia. Tapi sesuai dengan hukum Allah Swt.
Ada kehidupan kekal setelah kehidupan di dunia, yaitu akherat. Semua perbuatan akan kita pertanggungjawabkan kelak di akherat. Nyatalah saat sekarang ketika sudah berbuat di dunia, bukan sebagai pemeran dari orang lain. Sebagai ahli ibadah atau ahli maksiat, semua akan bertanggungjawab sebagai individu masing-masing. Jadi tidak sebagaimana peran dalam panggung sandiwara, yang hanya sebagai pemain/pemeran saja.
Hendaklah kita mengingat firman Allah Swt bahwa setelah mati, kita pasti akan dibangkitkan:
“Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-kali tidak dibangkitkan. Katakanlah, “Tidak demikian. Demi Tuhanku, kalian benar-benar pasti dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”. Hal demikian adalah mudah bagi Allah.” [QS. At –Taghaabun [64]: 7]
Jadi, kita itu pasti dibangkitkan. Dan bukan hanya sekedar akan hidup lagi, kemudian otomatis masuk surganya Allah SWT, tapi kita akan diberikan berita tentang apa-apa yang telah kita kerjakan selama di dunia ini
Dan tidak sampai kepada pemberitaan saja, Allah SWT mengatakan bahwa kita akan diberikan balasan atas apa-apa yang telah kita kerjakan tersebut:
Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Rabb mereka. Mereka berkata: “Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Dzat) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul (Nya). Tidak adalah teriakan itu selain sekali teriakan saja, maka tiba-tiba mereka semua dikumpulkan kepada Kami. Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Yaasiin [36]: 51-54)
Masihkah percaya dengan "panggung sandiwara dalam sistem demokrasi?" Yang penuh tipu daya dan kepalsuan para pemainnya?
Sudah saatnya sadar akan beratnya pertanggungjawaban kelak di akherat. Allah sebagai pengatur yang telah menetapkan seluruh aturan di dalam Al Quran dan Sunnah RasulNya. Masihkah mau menjadi pemain-pemain sandiwara di dunia? Pemain yang hanya "sendiko dhawuh" (memgiyakan segala perintah) pada sutradara.Tidakkah takut akan segala azab Allah kelak?