BPJS Mengirit, Rakyat Menjerit


Oleh : Siti Subaidah

( Pemerhati lingkungan dan generasi)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau yang biasa kita kenal dengan BPJS kini mengeluarkan tiga peraturan baru terkait jaminan pelayanan kesehatan, pada Juli 2018. Ketiga aturan tersebut antara lain: Peraturan Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Nomor 02 tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Pelayanan Kesehatan, Peraturan Nomor 03 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan dengan Bayi Baru Lahir Sehat, dan Peraturan Nomor 05 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik. Ketiganya mempengaruhi pelayananan standar kesehatan kepada pasien. 

Dengan adanya kebijakan baru ini, menjadikan masyarakat semakin terhimpit beban hidupnya. Betapa tidak, BPJS yang awalnya digadang-gadang sebagai tempat masyarakat menggantungkan harapan sehat, kini sedikit demi sedikit menghilangkan perannya untuk menjamin kesehatan masyarakat. Setelah sebelumnya per 1 April BPJS mengambil kebijakan untuk menghapus obat kanker payudara ( Trastuzumab) dari daftar obat yang ditanggung BPJS. Padahal obat ini sangat diperlukan untuk pasien kanker payudara dan terlebih lagi karena obatnya yg relatif mahal. Sebelum dikeluarkan dari daftar, BPJS Kesehatan menanggung pembiayaan Trastuzumab untuk 8 ampul. Harga obat itu bisa mencapai Rp22.400.000 per ampul berisi 440 cc. Biasanya, setiap penderita membutuhkan 350 cc untuk sekali infus. Bayangkan ketika obat ini sudah tidak ditanggung BPJS, kemana mereka bisa mencari uang sebanyak itu?

Belum lagi dengan kebijakan lain, yakni tentang pemangkasan biaya yang harus ditanggung untuk persalinan. Dalam kebijakan ini terdapat pemisahan biaya persalinan dan biaya perawatan bayi yang baru lahir, dimana perawatan bayi tidak masuk hitungan BPJS. Padahal harusnya semua persalinan satu paket dengan perawatan bayi baru lahir karena jika terjadi apa-apa dengan bayi dokter bisa langsung sigap menanganinya tanpa harus berbelit-belit dengan negosiasi ulang tentang perawatan bayi karena tak ditanggung BPJS.

Dari sini kita bisa lihat, bahwa BPJS kini hanyalah sebagai sebuah lembaga yg tidak memikirkan kepentingan masyarakat. Dengan adanya penyisiran jenis-jenis pelayanan yang bisa ditanggung oleh BPJS dan tidak serta adanya pemangkasan di berbagai sektor guna menghemat biaya dengan dalih BPJS sedang mengalami defisit anggaran, tidak menjadikan BPJS berhak memangkas hak-hak rakyat. Rakyat adalah orang-orang yang setiap bulan meyisihkan pendapatan mereka untuk iuran BPJS, berharap dengan iuran tersebut kesehatan bisa mereka dapatkan. Namun semakin kesini malah harapan itu semakin jauh.

Buruknya pelayanan kesehatan oleh pemerintah lewat lembaga BPJS, semakin menguatkan argumen bahwa pemerintah tidak benar-benar ingin mengurusi rakyat. Pemerintah selama ini menggembar-gemborkan bahwa kesehatan masyarakat akan terjamin dengan ikut program BPJS, namun semakin jelas bahwa semua itu hanya fatamorgana. 

Adanya kapitalisasi di sektor kesehatan mejadi salah satu penyebabnya. Sudah menjadi rahasia umum jika sektor kesehatan pun ikut menjadi lahan basah untuk meraup keuntungan. Maka jangan heran jika kesehatan bukan semata-mata untuk kemanusian namun lebih kepada keuntungan materil yang dapat. Padahal pemenuhan tanggung jawab akan kesehatan adalah murni tugas negara.

Dalam islam, Jaminan kesehatan wajib diberikan oleh negara secara bebas biaya dan berkualitas untuk seluruh rakyat tanpa kecuali dan tanpa diskriminasi si kaya dan si miskin. Semua mendapat hak yang sama. Karena Rasulullah bersabda “Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.”(HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar ra.). 

Begitu pun dengan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa, “Nabi Muhammad saw. pun—dalam kedudukan beliau sebagai kepala negara—pernah mendatangkan dokter untuk mengobati salah seorang warganya, yakni Ubay. Saat Nabi saw. mendapatkan hadiah dokter dari Muqauqis, Raja Mesir, beliau pun menjadikan dokter itu sebagai dokter umum bagi seluruh warganya.”

Ini merupakan dalil bahwa pelayanan kebutuhan dasar masyarakat dalam hal kesehatan harus disediakan oleh pemerintah. Jaminan kesehatan berlaku umum tanpa kelas dan pembedaan dalam hal pelayanan. semua warga negara baik miskin maupun kaya, muslim maupun non muslim mendapat pelayanan terbaik dari dokter-dokter terbaik pula. 

Lalu bagaimana dengan pendanaannya? Dana tersebut bisa dipenuhi dari sumber-sumber pemasukan negara yang telah ditentukan oleh syariah, diantaranya dari hasil pengelolaan harta milik umum seperti hutan, jenis tambang ( batu bara, minyak, gas), hasil laut dan sebagainya. Ditambah dengan sumber-sumber lain seperti kharaj, jizyah, ghanimah, fa'i dan dari pengelolahan harta milik negara. Dengan itu semua maka cukup bahkan lebih untuk membiayai pelayanan kesehatan masyarakat dan tentu saja dengan pelayanan maksimal dan berkualitas yang jauh lebih baik dari yang berhasil dicapai saat ini. Semua itu tentu hanya bisa terlaksana dan tercapai ketika islam diterapkan secara menyeluruh dalam aspek kehidupan sehingga tidak ada lagi celah bagi nafsu manusia untuk meraih keuntungan dengan mengorbankan kemaslahatan rakyat terlebih dalam hal kesehatan. Wallahu a'lam bishawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak