Oleh : Fika Anjelina
(Pemerhati Sosial)
Lagi-lagi, masyarakat dihebohkan dengan berita Operasi Tangkap Tangan (OTT) di lapas Sukamiskin. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kebobrokan Lapas Sukamiskin, lewat kasus dugaan suap praktik jual-beli fasilitas mewah yang menyeret Kalapasnya, Wahid Husen. KPK pun telah menetapkan Wahid Husen sebagai tersangka setelah terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT), beberapa waktu lalu.
Dalam operasi senyap tersebut, KPK tak hanya menangkap Wahid Husen. KPK juga mengamankan narapidana kasus korupsi proyek Bakamla, Fahmi Darmawansyah. Sebab, Suami Inneke Koesherawati ini diduga menyuap Wahid Husen agar mendapatkan fasilitas mewah di dalam kamar selnya.(Okezone.com)
Fakta yang lain tentang kondisi masyarakat mengetahui ketika seorang yang dipenjara akan ditahan dibalik jeruji besi bersama tersangka lainnya. Tersangka tidur di kasur yang tipis seadanya dan toilet digabung menjadi satu dalam satu ruangan. Bahkan di Rutan Bagansiapiapi, satu sel tahanan yang berukuran 4x6m dihuni sekitar 50 orang. Mereka duduk dan rebahan di dalam kamar berisi dipan yang disusun bertingkat. Tentu tidak cukup untuk berbaring sepenuh badan ketika tidur. (BBC.com, 10 januari 2018)
Ternyata kondisi ini jauh berbeda dengan tahanan pelaku korupsi. Tahanan korupsi mendapatkan fasilitas yang istimewa. Mereka tinggal di kamar berukuran kurang lebih 2x3 meter dengan fasilitas berupa ranjang dan kasur empuk, dilengkapi bantal dan selimut, kipas angin, toilet yang terpisah dengan kamar tidur, sebuah kursi, lemari, dan lainnya. Dalam sidak tersebut, ditemukan berbagai macam barang mewah seperti kulkas dua pintu, televisi speaker, kompor gas, tabung elpiji, microvawe, mesin pemanas/ pendingin air, alat-alat masak hingga uang berjumlah Rp 102 juta. (BBC.com, 23 Juli 2018)
Menurut Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina, terbongkarnya kasus fasilitas mewah lapas para napi bukan kali ini terjadi. Tahun 2010, fasilitas mewah juga pernah ditemukan di sel terpidana narkoba Artalyta Suryani atau Ayin di Rutan Kelas II A Pondok Bambu, Jakarta Timur. Selain Ayin, fasilitas mewah lapas juga dinikmati oleh terdakwa kasus mafia pajak Gayus Tambunan. Tahun 2010, Gayus ketahuan sering keluar lapas Mako Brimob Depok dengan menyuap sejumlah petugas. Tak hanya ke luar kota, Gayus bahkan sempat bepergian ke luar negeri dengan menggunakan paspor palsu atas nama Sony Laksono.
Tak heran mengapa para koruptor terus bertambah di negeri ini. Karena hukuman yang diberikan tidak menjerakan malah membuat mereka nyaman. Sehingga kadang muncul pernyataan lebih enak jadi koruptor daripada maling ayam. Padahal koruptor jelas merugikan negara dan masyarakat.
Peneliti Divisi Investigasi Indonesia Corrupption Watch (ICW) Wana Alamsyah mengatakan terdapat 576 kasus korupsi sepanjang 2017. Angka ini bertambah dibandingkan pada 2016 dengan total 482 kasus. Jumlah kerugian negara pun meningkat dengan angka sebesar Rp 6,5 triliun dan suap Rp 211 miliar. “Dibanding dengan tahun 2016, penanganan kasus korupsi tahun 2017 mengalami peningkatan signifikan terutama dalam spek kerugian negara,” kata Wana dalam keterangan yang diterima Tempo pada selasa, 20 Februari 2018. (Tempo.com)
Melihat fakta di atas, seakan-akan kasus korupsi ini sulit terus menggurita. Menurut Almas (ICW) jangan hanya dilihat perilaku narapidana korupsinya saja tetapi juga peluang atau kesempatan mereka di dalam lapas. Karena itu, ICW meminta pemerintah dalam hal ini Kementrian Hukum dan HAM membenahi sistem di lapas. Pembenahan tak hanya soal pengawasan tetapi juga terkait integritas para sipir. (Kompas.com)
Koruptor seakan tidak pernah habis. Banyak yang menyebut korupsi sudah menjadi budaya di Indonesia. Korupsi begitu melekat dan hampir terjadi di seluruh lini kehidupan masyarakat mulai tingkat bawah hingga atas. Upaya penegakkan hukum tampaknya tidak memberikan efek jera bagi koruptor. Bahkan terpidana korupsi masih bisa mendapatkan fasilitas layaknya hotel di jeruji besi. Para koruptor tidak jera dengan hukum yang ada. Sehingga terus melancarkan aksinya. Alhasil, korupsi di negeri ini masih saja menggurita. Penyebabnya adalah korupsi ini bekerja sistematis. Namun seringkali solusi yang ditawarkan hanya sekedar dengan kelembagaan. Padahal seharusnya solusi harus secara sistematis.
Ini semua disebabkan karena sistem sanksi yang dipakai. Yang mana sistem sanksi nya di buat oleh manusia yang penuh keterbatasan. Dengan pondasinya memisahkan agama dari kehidupan (sekuler) akibatnya Hukum bisa dibeli dengan uang. Yang memiliki uang bisa melakukan segalanya. Sehingga kasus terulang kembali. Dan keadilan hukum tidak pernah terealisasi. Masihkan kita berharap pada hukum buatan manusia? Bukankah islam datang dalam keadaan sempurna? Semua aspek di dalam kehidupan ada tatacara pengaturanya di dalam islam. Lalu kenapa saat ini kita berpaling dari aturan islam ????
Dalam sistem Islam terdapat solusi preventif (pencegahan) dan kuratif untuk meyelesaikan kasus korupsi ini. Sistem Islam memiliki 3 pilar penerapan syariah yaitu individu, masyarakat dan negara. Untuk menccegah korupsi bisa ditempuh dengan sistem pengawasan yang bagus. Pertama, pengawasan yang dilakukan individu. Kedua, pengawasan yang dilakukan masyarakat. Ketiga, pengawasan oleh negara. Dengan pengawasan ekstra ketat seperti ini akan mengurangi peluang terjadi korupsi. Spirit keimanan yang sangat tinggi ketika menjalankan hukum-hukum Islam, berdampak pada menggairahnya budaya amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat. Serta diberlakukannya hukuman pidana yang keras bagi pelaku korupsi. Hal ini bertujuan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku dan pencegah bagi calon pelaku. Sistem sanksi yangberupa ta’zir bertindak sebagai penebus dosa. Sehingga mendorong para pelakunya untuk bertaubat dan menyerahkan diri. Hal inilah yang tidak dimiliki sistem yang diterapkan sekarang.
Dengan demikian, untuk memberantas korupsi haruslah dengan hukum yang tegas. Hukum yang tidak bisa diperjualbelikan. Hukum yang menjerakan dan adil. Hukum tersebut bukan buatan manusia. Tetapi hukum tersebut berasal dari Sang Pencipta manusia.
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki. (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al Maidah:50)
Wallahu’alam bi showwab