Apa kabar Sebelas Ribu per Hari?

Oleh : Ranyassifa

Masih hangat diingatan kita ketika BPS pada tahun 2017 mengklaim bahwa seseorang yang berpenghasilan Rp. 11.000 per hari atau setara Rp. 332.119 per bulan tidak dikategorikan sebagai orang miskin. Maka, jika dilihat dari standar yang dikeluarkan oleh BPS pemerintah mengklaim bahwa angka kemiskinan menurun menjadi 26,58 juta jiwa per September 2017 dari 27,77 juta jiwa pada tahun 2016. Namun, Bank Dunia berkata lain. Garis kemiskinan yang digunakan sebagai standar Bank Dunia adalah USD 1,9 per hari ( kurs 13.600 ) atau setara Rp. 775.200 per bulan. Jika menggunakan standar Bank Dunia tentu angka kemiskinan bisa 2x lipat. Bisa mencapai 70juta-an  jiwa.


Mari kita lihat fakta perekonomian saat ini. Nilai tukar dollar terhadap Rupiah tembus hingga 14.600, telor mencapai 30.000/kg ( di Kalimantan Timur bahkan tembus 58.000/kg ), beras 10.000/liter, cabe 75.000/kg, minyak 11.000/liter dan LPG tabung 3kg 23.000. Dengan harga yang melambung tinggi relevan kah penghasilan Rp. 11.000/hari tidak termasuk kategori miskin? Lalu bagaimana bagi mereka yang sudah berkeluarga dan mempunyai anak? Apakah Rp. 11.000/hari cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka? Apakah Indonesia tidak mempunyai SDA yang cukup untuk rakyatnya agar bisa hidup sejahtera? 



Perlu diketahui bahwa potensi kekayaan SDA di Indonesia mencapai Rp 200 Ribu Triliun. Lalu kemana potensi ini pergi? Kenapa rakyatnya tidak bisa menikmati? Dari 100%, 79% SDA Indonesia sudah dikuasai asing. Sisaya 21% milik pemerintah dan perusahan swasta lainnya. Sebagaimana pepatah yang mengatakan bagai tikus yang mati dilumbung padi. Inilah kondisi yang dialami Indonesia. Jika benar-benar ingin selamatkan Indonesia, kembalikan SDA kepada rakyat dan kelola-lah sesuai aturan-Nya. Jika demikian, maka tidak ada lagi standar garis kemiskinan dengan penghasilan Rp. 11.000/hari.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak