Oleh : Eri
Pemerhati Masyarakat
Bongkar pasang koalisi. Itulah kesibukkan para elite partai politik beberapa hari ini. Mereka saling menyambangi teman politiknya. Maksudnya ingin membangun kesepakatan dalam berkoalisi di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Adapun masyarakat harap-harap cemas akan hadirnya sosok pemimpin baru yang lebih baik. Pemimpin yang membawa perubahan untuk Indonesia.
Tidak dipungkiri lagi, masyarakat saat ini telah merasakan bahwa pemerintahan yang ada sungguh jauh dari harapan. Banyak kekecawaan yang harus ditelan oleh masyarakat. Mulai dari kriminalisasi atas ulama dan ajaran Islam, perekonomian yang makin hancur, hingga menggunungnya hutang negara. Kekecewaan inilah yang telah mendorong sebagian kelompok masyarakat mengkampanyekan #2019gantipresiden. Kampanye ini bertujuan agar Indonesia mempunyai Presiden baru di tahun 2019. Mereka berharap memiliki Presiden yang mampu melakukan perubahan di sektor ekonomi dan politik, meningkatkan kesejahteraan rakyatnya serta merealisasikan janji-janjinya.
Sayangnya kesadaran masyarakat akan kerusakan yang terjadi hanya berlandaskan perasaan dan fakta parsial, yang mereka indera secara langsung. Masyarakat belum bisa melihat akar dari permasalahan yang terjadi, bahwa itu bukan semata-mata karena buruknya kebijakan seseorang dalam mengurusi rakyat, tetapi terkait dengan kerusakan sistem yang diterapkan untuk menjalankan pemerintahan dan mengurusi rakyatnya.
Ibarat seorang masinis yang menjalankan kereta api. Apabila ada kesalahan yang terjadi pada laju kereta, maka solusinya bukan dengan mengganti masinis, melainkan jalurnya yang harus diubah. Karena secara hakikat, seorang masinis hanya mengikuti jalur yang ada. Seperti saat ini, masyarakat menghendaki adanya perubahan yang lebih baik, maka seharusnya mereka berpikir bukan hanya sekedar mengganti pemimpin yang baru tetapi juga melihat sistem yang akan diterapkannya. Karena sistem itulah yang akan dipegang oleh seorang pemimpin untuk menjalankan roda pemerintahan dan mempengaruhi setiap kebijakannya.
Jelas, bahwa sistem kapitalis demokrasi yang diemban negara sekarang tidak akan menghasilkan kesejahteraan yang para pemimpin gaungkan saat kampanye. Karena sistem kapitalis menjadikan para pengusaha menguasai dan mengeksplotasi sumber daya alam (SDA) untuk memperkaya diri sendiri. Adapun perundangan-undangan yang dihasilkan hanya dijadikan alat kepentingan segelintir orang atau kelompok.
Maka sudah seharusnya masyarakat turut memperjuangkan sistem yang lebih baik dari sistem saat ini, yakni sistem Islam yang paripurna. Agar syariah Islam diterapkan di negeri ini yang dengannya, maka keadilan dan kesejahteraan akan terwujud, bukan hanya untuk umat Islam, namun juga untuk seluruh rakyat yang ada. Hanya dengan syariah Islam-lah, semua permasalahan di negeri ini bisa terselesaikan, termasuk persoalan kemiskinan. Hal ini bukan sebatas teori, namun sudah pernah terbukti. Islam berkuasa di dunia hampir 13 abad lamanya, dan selama itu pula umat Islam berada dalam kesejahteraan.
Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. (99-102 H/818-820 M) misalnya, meskipun masa Kekhilafahannya cukup singkat, hanya 3 tahun, umat Islam terus mengenangnya sebagai khalifah yang berhasil menyejahterakan rakyat. Ibnu Abdil Hakam (Sîrah ‘Umar bin Abdul ‘Azîz, hlm. 59) meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu, berkata, “Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang-orang miskin. Namun, saya tidak menjumpai seorang miskin pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan setiap individu rakyat pada waktu itu berkecukupan.” (Al-Qaradhawi, 199)
Selama sistem kapitalis demokrasi masih diterapkan, maka perubahan hakiki yang diharapkan sangat mustahil akan terjadi. Kesejahteraan dan keadilan saat ini bagaikan fatamorgana di padang pasir yang gersang. Sudah saatnya umat beralih kepada sistem yang menerapkan Islam sebagai aturan kehidupan dan menjadikan syariat-Nya sebagai dasar hukum yang mengatur segala aspek kehidupan masyarakat.
Allah SWT berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَنْفُسِهِمْۗ
"...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri..."
(QS. Ar-Ra'd 13: Ayat 11)
Wallahu a'lam bis shawab